THE LAST STATION

Cast:
Helen Mirren ... Sofya Tolstoy.
Christopher Plummer ... Leo Tolstoy.
Paul Giamatti ... Vladimir Chertkov.
James McAvoy ... Valentin Bulgakov.
Kerry Condon ... Masha.
Anne-Marie Duff ... Sasha Tolstoy.

Director: Michael Hoffman
Writers: Michael Hoffman (screenplay), Jay Parini (novel)
Music : Sergei Yevtushenko
Cinematography : Sebastian Edschmid

MOVIE REVIEW:

Film THE LAST STATION berkisah tentang masa-masa akhir hidup filsuf Rusia,
sekitar tahun 1910-an. Rusia memang menarik, paling tidak dari sana kita
mengenal dua nama yang amat terkenal: Karl Marx (1818 – 1883), pendiri
faham komunisme yang berazaskan atheisme. Dan satu lagi tokoh religius,
bernama Leo Tolstoy (1828 – 1910). Count Lev Nikolayevich Tolstoy (Leo
Tolstoy) adalah penulis dan seorang filsuf. Ia bermula sebagai penulis novel
romance fiksi yang terkenal misalnya Anna Karenina, dan War and Peace.
Karya-karya Tolstoy kemudian berevolusi menjadi karya tulis filosofi yang
amat terkenal. Sebagai seorang filsuf moral religius Kristen,
tulisan-tulisan Tolstoy telah menginspirasi dua tokoh reformator dunia:
Mahatma Gandhi dan Martin Luther King Jr. Tulisan Leo Tolstoy menginspirasi
kedua tokoh dunia ini karena gagasan-gagasannya yang cinta damai, yaitu
tentang perlawanan tanpa kekerasan melalui karyanya The Kingdom of God is
Within You.

Keluhuran budinya, keindahan tulisannya, pesan-pesan moralnya membuat Leo
Tolstoy
(Christopher Plummer), sering dianggap sebagai seorang santa (orang
suci), bahkan ada yang secara fanatik menganggapnya sebagai inkarnasi dari
Kristus sendiri. Dalam film THE LAST STATION, yang diangkat dari sebuah
novel karya Jay Parini, sosok Leo Tolstoy digambarkan sebagai tokoh yang
luarbiasa sekaligus seorang biasa yang penuh konflik di dalam kehidupannya,
bahkan konflik yang terpelik yang dihadapi sang filsuf adalah pada akhir
kehidupannya. Agaknya film ini hendak menceritakan kepada kita bahwa tidak
ada ada seorang yang sempurna yang memenuhi suatu kriteria "icon"
kesempurnaan. Seorang filsuf bisa menulis dan mengajar apa itu kebenaran,
bisa menasehati tentang hal-hal yang benar, namun dia bukanlah kebenaran itu
sendiri.

Leo Tolstoy tinggal di Yasnaya Polyana. Ia tinggal bersama komunitas
Tolstoyan (para pengikut ajaran filsuf Tolstoy) yang memandangnya sebagai
"nabi." Namun demikian seringkali Leo Tolstoy sendiri mengaku bahwa dia
bukanlah seorang Tolstoyan yang baik. Kepala dari gerakan Tolstoyan yang
dikisahkan ini adalah Vladimir Chertkov (Paul Giamatti). Chertkov tidak
memiliki hubungan baik dengan Countess Sophia Andreyevna Tolstaya atau Sofya
Tolstaya (Helen Mirren), istri Leo Tolstoy. Sofya dan Leo Tolstoy saling
mencintai, tetapi dalam kehidupan mereka banyak sekali konflik terutama
ketidak-setujuan Sofya kepada pemahaman/ pemikiran-pemikiran fiosofis
Tolstoy yang bersifat religius semakin menggebu-gebu, radikal, dan tidak
lagi memikirkan harta duniawi. Sofya tidak menyukai karya-karya tulisan
terakhir Tolstoy. Di lain pihak, seorang pengikutnya yang juga seorang
Tolstoyan sejati, Chertkov ini mendukung sepenuhnya gagasan-gagasan Tolstoy
dan selalu mendorong keinginan Tolstoy untuk mewariskan segala harta yang
dimilikinya dan semua tulisan-tulisannya untuk rakyat Rusia, bukan kepada
keluarganya sendiri. Sofya menentang keputusan pengalihan hak waris ini, dan
memandang bahwa sikap ini adalah suatu ketidak-adilah yang dilakukan
suaminya terhadap dirinya dan keluarganya. Sofya memandang Chertkov adalah
sosok yang sangat berpengaruh dalam keputusan ini, dan menempatkan Chertkov
sebagai musuh yang tinggal di dalam keluarganya.

Chertkov mempunyai anak didik yang ia rekomendasikan kepada Tolstoy untuk
menjadi sekretaris pribadinya, dia adalah Valentin Bulgakov (James McAvoy).
Kehadiran Valentin cukup disukai baik oleh Tolstoy maupun Sofya. Sementara
Sofya dan Chertkov tiada henti beradu akal untuk memenangkan perhatian
Tolstoy. Dan Valentin lebih memilih untuk menjadi penengah bagi pihak-pihak
yang berseteru, dia tidak menempatkan dirinya untuk ada di dalam satu pihak
tertentu.

Di film ini dikisahkan ada dua orang Tolstoyan sejati, yang pertama adalah
Chertkov yang kedua adalah Sasha Tolstoy (Anne-Marie Duff), anak perempuan
Tolstoy. Chertkov dengan dibantu Sasha berusaha untuk senantiasa menampilkan
sosok Tolstoy sebagai panutan utama/ sebagai icon sempurna bagi Tolstoyan.
Icon ini harus tetap ditegakkan, mereka bahkan secara terang-terangan
berseteru dengan Sofya yang tidak dapat memahami idealisme Tolstoyan.
Chertkov dan Sasha berusaha menghalangi dan bahkan memisahkan hubungan
antara Tolstoy dan istrinya itu, dengan harapan agar Sofya tidak akan
mempengaruhi keputusan-keputusan Tolstoy. Chertkov dan Sasha merencanakan
sebuah perjalanan untuk Tolstoy semacam perjalanan meninggalkan hal-hal yang
duniawi (termasuk Sofya) untuk mendapatkan ketenangan hakiki di akhir hidup
sang filsuf. Mereka berbuat demikian untuk makin mengikrarkan nama Leo
Tolstoy sebagai icon sempurna dari kaum Tolstoyan. Namun demikian, film ini
tidak menampilkan sebuah perbedaan hitam dan putih, dan tidak menghakimi
pihak manakah yang lebih benar, apakah sikap emosional manusiawi Sofya yang
lebih benar ataukah idealisme luhur Tolstoyan yang dianut Sasha yang lebih
benar. Tolstoy sendiri tidak digambarkan begitu teguh dalam pendiriannya,
pada akhir masa kehidupannya ini, dia lebih sering ditempatkan pada
keadaan-keadaan yang ambigu dimana dia sendiri tidak yakin dalam keputusan
yang diambilnya karena hal itu seringkali membuahkan pertikaian di dalam
rumah-tangganya.

Film ini juga diceritakan konflik-konflik yang lain, misalnya suatu paradoks
dimana Tolstoy sendiri adalah orang yang sudah terikat dengan pesan-pesan
moral yang ditulisnya, namun ternyata dia pun masih mengingat ’
'kenakalannya' di kala ia masih muda dulu tentang pengalamannya bermain
cinta. Terhadap hal tersebut, Valentin bertanya kepada Tolstoy apakah dia
merasa bersalah? Tolstoy tidak menjawab, dia hanya tertawa mendengarnya, dan
kemudian Tolstoy bertanya balik, kenapa harus merasa bersalah? Diceritakan
pula Tolstoy tidak suka mendengar rekaman ceramah/pidato-nya sendiri,
malahan dia lebih memilih mendengar Mozart dan berdansa dengan istrinya.
Valentin dalam kehidupannya yang baru bersama Tolstoyan di Yasnaya Polyana,
pun tak mampu menjadi Tolstoyan sejati. Dia bertemu dengan Masha (Kerry
Condon), dan ia jatuh cinta, dan melakukan hubungan sex di luar pernikahan
yang jelas melanggar paham-paham yang dipercayai oleh Tolstoyan. Ada contoh
tindakan yang radikal dari Tolstoyan misalnya, saking cintanya akan
kedamaian mereka tidak mau menyakiti makhluk hidup termasuk membunuh seekor
nyamuk. Namun ada suatu ketika Tolstoy sendiri dengan terang-terangan
menepuk nyamuk yang hinggap di pipi Valentin. Dan, Tolstoy melakukan ini di
depan Chertkov yang memandang tindakannya gurunya yang telah membunuh
makhluk hidup tersebut sangat tidak "Tolstoyan". Inilah "paradoks,"
sementara Tolstoy sendiri sering mengaku bahwa dia sendiri bukan seorang
Tolstoyan yang baik, namun di lain pihak kita ditunjukkan sosok Chertkov
yang justru menampakkan bahwa dia adalah seorang Tolstoyan yang ortodok.

Film ini bukannya mengkritisi sifat dan moral Tolstoy, namun menampilkan
sisi manusiawi dari seorang yang punya nama besar. Bahwa betapapun hebatnya
pemikiran seseorang, betapapun mulianya karya seseorang tentang filosofi
moral/ ajaran, dia pun tetap manusia biasa yang juga mengalami berbagai
ujian-ujian hidup. Ada satu yang penting kita ketahui mengenai ajaran
kebenaran moral. Bahwa moral seseorang sebenarnya tidak mempengaruhi ajaran
orang itu. Akan tetapi kalau seorang ingin mengajarkan kebenaran moral,
bagaimana watak orang itu akan amat penting. Seorang yang suka berzinah bisa
saja mengajarkan hal pentingnya kesucian. Seorang yang suka mencuri barang
orang lain, bisa saja mengajarkan soal nilai kedermawanan. Seorang yang
bernafsu untuk menguasai bisa saja mengajarkan tentang keindahan kerendahan
hati. Seorang pemarah bisa saja mengajarkan tentang keindahan penguasaan
diri. Seorang yang mendendam bisa saja mengajarkan tentang keindahan kasih.

Tolstoy adalah contoh dari seorang filsuf yang diuji dengan standard moral
yang diajarkannya sendiri. Seorang filsuf dapat mengajar dan menjabarkan apa
itu kebenaran, namun dia bukanlah kebenaran itu sendiri. Kebenaran-kebenaran
moral tidak bisa disampaikan hanya dengan kata-kata, tapi harus dengan
contoh. Justru itulah yang tidak dapat dilakukan oleh guru manusia
sebagaimana seorang Tolstoy. Maka, tidak ada filsuf di dunia ini yang
walaupun dapat mengajarkan apa itu kebenaran berani mengatakan bahwa dialah
kebenaran itu. Tidak ada guru pernah menghayati dan mendarah-dagingi
kebenaran sepenuhnya apa yang ia ajarkan. Banyak orang dapat mengatakan,
"Aku telah mengajarkan kebenaran kepadamu," tetapi tidak ada yang dapat
berkata, "Akulah Kebenaran."
Kata 'kebenaran' di Alkitab berasal dari kata Yunani αληθεια - alê
theia, di dalam bahasa Yunani terdapat kata lain yang juga bermakna
kebenaran, yaitu δικαιοσυνη - dikaiosunê. Namun alêtheia lebih
mempunyai makna yang khusus dan secara substansinya lebih dalam. Kata alê
theia adalah kebenaran secara budi. Alêtheia juga merupakan istilah dalam
bahasa hukum yang bermakna 'duduk perkara yang nyata' yang masih harus
dibuktikan dengan kenyataan dan pernyataan-pernyataan yang dipakai oleh para
pihak dalam sebuah pengadilan. Dalam ilmu tentang sejarah, kata alêtheia
bermakna 'duduk perkara yang nyata yang dikontraskan dengan dongeng.' Dalam
ilmu filsafat alêtheia bermakna, hal yang sungguh-sungguh nyata, dalam arti
yang mutlak. Dan, Yesus Kristus, satu-satunya pengajar kebenaran yang berani
berkata bahwa "Akulah Kebenaran, .... Akulah Alêtheia" (Yohanes 14:6), itu
karena Yesus Kristus satu-satunya pribadi yang memiliki kesempurnaan moral
dan yang mendapatkan realisasinya dalam Dia.

THE LAST STATION adalah sebuah kisah manusiawi, dan dari kisah ini kita
dapat memetik sebuah pemahaman/ pengertian. Bahwa ada banyak figur-figur di
dunia ini yang oleh pengajaran dan karismanya mempengaruhi seseorang, bahkan
membuahkan suatu kegerakan besar sebagaimana pernah dilakukan Mahatma Gandhi
dan Martin Luther King Jr.. Pemikiran-pemikiran Leo Tolstoy begitu mulia,
pengajarannya begitu luhur, namun pemikiran-pemikiran sang guru Leo Tolstoy
tersebut seharusnya tidak dipandang secara fanatik, sebagaimana dilakukan
oleh Chertkov dan Sasha dan para Tolstolyan . Karena bagaimanapun sang guru
Leo Tolstoy secara pribadi, diapun diuji oleh pengajarannya sendiri, dan
diapun digoda dan tergoda untuk melanggar pengajaran-pengajarannya sendiri.

Christopher Plummer dan Helen Mirren menampilkan akting yang superb sebagai
suami istri yang sungguh saling mencintai dan sekaligus saling berseteru.
Demikian juga Paul Giamatti dan James McAvoy, mereka adalah pilihan yang
tepat memerankan perannya masing-masing. Bravo!

taken from : elia-stories@yahooogroups

Komentar

Postingan Populer