Surat seorang sahabat
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!
From: Jenny Suziani
Date: Sun, 7 Feb 2010 00:15:42 -0800 (PST)
To: ; ; ; ; Hendrajit; ;
Subject: [beritakitasendiri] Surat untuk Redaksi
Teman-teman,
Dalam beberapa hari ini sejak kasus KK dan KTP asli saya dilubangi (yang artinya keberadaan saya tidak diakui) oleh Kelurahan Tebet Barat, yang dimuat di Harian Media Indonesia 4 Februari 2010 yang lalu, banyak telepon dan sms yang saya terima sebagai bentuk perhatian, simpati, empati dan dukungan yang datang dari berbagai pelosok nusantara: Jogjakarta, Makasar (Sulsel), Timor bahkan Papua, dari berbagai usia, jenis kelamin, status, kelas, suku, agama.
Untuk itu terima kasih banyak yang tak terhingga saya sampaikan kepada Bapak / Ibu / Sdr / Teman-teman yang tidak mungkin saya sebutkan namanya satu persatu. Banyak pertanyaan yang muncul. Bagaimana mungkin seorang sarjana Strata 1 dari perguruan tinggi ternama sampai bisa sedemikian parah keadaannya. Rasa-rasanya tidak masuk akal.
Itulah fakta. Semenjak saya menyelesaikan pendidikan saya, saya bekerja sebagai reporter di berbagai media cetak di Jakarta. Kemudian menjadi peneliti dan penulis lepas masalah-masalah sosial, terutama masalah perburuhan, perempuan dan anak. Menulis artikel opini yang dimuat di harian Suara Pembaruan, Kompas, Prisma. Menulis buku ilmiah hasil penelitian, menjadi koordinator pelatihan yang membawa saya berkeliling negara bagian di AS, dan lain sebagainya sampai tahun 2006/7 dimana lembaga di luar negeri yang telah mempercayai saya menawarkan saya melakukan apapun dan memberikan small grant terkena dampak krisis global. Hasil penelitian ini pernah pula dimuat di harian Media Indonesia pada tahun 2008, yang saya tulis di sela-sela merawat ibu saya. Kini naskah yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris itu menanti penerbit untuk dapat diterbitkan dalam dua bahasa.
Pernah saya menjadi guru privat bahasa Inggris untuk anak-anak sampai tingkat SLTA. Bahkan di lingkungan yang padat dengan sebagian anak cuma-cuma, sebagian lagi membayar, hingga saya berpindah-pindah rumah, disebabkan lowongan pekerjaan yang sulit didapatkan lagi, bahu-membahu berjualan makanan dengan ibu saya. Terakhir, beberapa bulan lalu saya menjadi distributor nutrisi. Ada banyak keuntungan: untuk membantu penyembuhan ibu saya dan orang-orang lain yang ingin sembuh dan sehat, untuk menormalkan kembali berat badan saya dan untuk mendapatkan penghasilan. Karena baru menjadi distributor, belum banyak yang mengenal saya. Sementara ibu saya harus terus mengonsumsinya. Disinilah terjadi tarik-menarik kepentingan antara penyembuhan ibu saya, kebutuhan sehari-hari dan mengontrak rumah, dan lain-lain. Tetapi saya terus menjalaninya hingga kemarin saya mendapat tawaran dari salah seorang pembaca untuk memasarkan lembaga konsultasinya ke beberapa perusahaan
atau lembaga, saya terima.
Itulah hidup. Kadang berada di atas, kadang di bawah. kadang menang, kadang kalah. saya harus menghadapinya dengan kuat, lapang dada, tetap bersyukur, sabar dan tawakal hingga saya meraih kemenangan lagi seperti dulu. saya mengambil hikmah positifnya. salah satunya, saya bisa lebih dekat dengan Allah, Tuhan saya. Saya bisa lebih dekat dengan ibu saya, dimana dulu kami masing-masing sibuk dengan kegiatan kami. Saya mencari penghasilan dan aktif dengan berbagai kegiatan. Ibu saya sibuk dengan kegiatannya menerima pesanan makan kecil-kecilan, berjualan makanan dan pengajian. Kini, kami bersatu berpegang tangan menghadapi kenyataan hidup yang harus tetap kami syukuri betapapun pahitnya, sampai akhirnya ibu saya terserang stroke dan kami benar-benar berada di bawah.
Namun demikian, dalam keadaan ibu saya stroke beberapa hal telah saya lakukan. Mungkin ini juga dapat dijadikan tips bagi pembaca dalam rangka membantu memulihkan keluarga / orang terdekat yang sedang sakit.
Di bidang agama, saya memandu ibu saya sholat sambil tidur. Beberapa waktu lalu saya memandu ibu saya sholat duduk. Saya juga membacakan buku-buku agama, seperti La Tahzan, dan lainnya. Saya juga menuliskan doa-doa yang perlu dibaca ibu saya dengan spidol tebal warna merah dengan huruf besar-besar. Saya juga selalu mengingatkan ibu saya agar tetap mensyukuri apa yang telah diberikanNya. Mengajarkan sholat sunnah: sholat Taubat, sholat Tahajud, sholat Hajat dan sholat Dhuha.
Aspek psikologis, saya berusaha tidak bermuka susah dihadapan ibu saya. Saya berusaha ceria, tidak mengeluh, meski sulitnya perilaku orang-orang yang saya hadapi seperti kasus di Kelurahan, dan lain sebagainya. saya juga tidak pernah memberikan berita negatif, berita yang membuatnya sedih, berita sakit atau berita kematian orang lain, meski keluarga yang membuatnya bersugesti negatif atau menurunkan semangat hidupnya. Kami lebih banyak tertawa, bercanda. dengan semakin dekatnya hubungan kami, ternyata (dan baru saya ketahui setelah lebih dekat) ibu saya memiliki sense of humor yang cukup tinggi, sehingga seringkali kami tertawa terbahak-bahak hingga tanpa kami sadari ibu pemilik rumah datang ke rumah kami bertanya apa yang sedang terjadi. setelah mengetahui kami sedang bersenang-senang, beliau kembali ke rumahnya dan kami tertawa lagi dengan lepas. saya membiarkan ibu saya yang senang mendengarkan radio: musik dan berita. Saya tidak membiarkan ibu saya
menonton TV. kadang-kadang saya khawatir bila ibu saya mendengar berita akan terlalu keras berfikir. tetapi justru itu dapat membuat otaknya tetap terlatih berfikir. bahkan kadang-kadang ibu saya lebih tahu berita dibanding saya dan memorinya mampu mengingat peristiwa politik masa lalu atau sekadar masa kecilnya yang bahagia. Saya juga memberikan motivasi dan semangat kepada ibu saya yang sudah memiliki semangat hidup yang tinggi, ingin memasak untuk saya, berjualan lagi dan ikut pengajian lagi bersama teman-temannya.
Aspek fisik, sebelum saya menjual nutrisi, setelah saya mandikan ibu saya, saya mendorong ibu saya yang duduk di kursi roda ke halaman untuk sarapan dan berinteraksi dengan para tetangga. Setelah saya berjualan nutrisi, saya memberikan nutrisi yang saya perdagangkan hingga kini ibu saya sudah dapat berdiri dan berjalan yang membuatnya menangis terharu dan bahagia, yang tak pernah dilakukannya, meski sepahit apapun hidup yang harus dijalaninya. Ibu saya berterimakasih kepada saya,karena beliau menduga tak akan dapat berjalan lagi. Kemudian saya mengajarinya berjalan dengan walker. Sebelum kasus dengan kelurahan terjadi, saya menyingkirkan kursi roda. Mengajarkan ibu saya duduk di kursi biasa. Kini, atas saran salah seorang pembaca, saya melatih ibu saya untuk berjalan tanpa alat bantu apapun tiap pagi, hingga ibu saya berjalan merayap memegang dinding atau meja hingga dapat melepaskan tangannya dari benda di sampingnya.
Itulah beberapa hal yang saya lakukan yang semoga dapat membantu penyembuhannya. Semoga ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua.
Terima kasih,
Jenny Suziani
08174916656
Komentar
Posting Komentar