SALAM DARI SURGA (Lukas 1:26-38)

Setelah mendengar dari isterinya bahwa Polisi berkali-kali datang ke rumah untuk mencari dan hendak bertemu maka pak Sastro menjadi susah. Malam itu perasaannya galau dan tidak dapat tidur dengan nyenyak. Walaupun raganya terbaring di tempat tidur tetapi hati dan pikiran mengembara ke mana-mana. Mendengar suara cecik dan desiran angin ia spontan kaget. Semalaman suntuk ia diliputi rasa takut yang mencekam. Malam hari telah berlalu dan pagi hari tengah berlabu. Pak Sastro sudah pasrah untuk apa yang akan terjadi. Setelah mandi dan sarapan pagi, ia berniat untuk menyerahkan diri ke kantor polisi. Sebelum berangkat, ia memberi pesan serius kepada isterinya bila sore hari ia belum juga kembali ke rumah maka sang isteri harus menghubungi pengacara untuk mengeluarkannya dari kantor polisi. “Jangan lupa bawakan beberapa potong pakaian dan perlengkapan mandi untuk keperluanku selama di dalam penjara,” pesannya dengan penuh permohonan. Sesampai di kantor Polisi perasaan pak Sastro semakin galau, ia segera melapor sambil menyebutkan jati dirinya. Setelah pak Sastro menyebutkan namanya spontan seorang Polisi menyodorkan tangan ke arahnya sambil berkata: “Selamat, anjing yang anda laporkan hilang sebulan yang lalu telah kami temukan.” Terkejut atau kaget adalah hal yang lumrah dan bersifat manusiawi, semua orang bisa saja terkejut. Dalam nats pembahasan kita, dikatakan bahwa Maria terkejut ketika mendengar sapaan salam malaikat Gabriel kepadanya (ayat 28). Memang pantaslah Maria terkejut karena mungkin saja tidak seorang pun berada di rumahnya pada saat itu, lalu sekonyong-konyong ia mendengar suara malaikat. Tetapi setelah Maria memastikan bahwa salam itu ditujukan kepadanya, maka timbul hasrat dalam dirinya untuk mengetahui apa arti dari salam tersebut? (lihat ayat 29). Mungkin keingin-tahuan yang ada pada Maria pada saat itu boleh juga menjadi keingin-tahuan kita saat ini. Dan saya percaya keingin-tahuan untuk memahami makna salam tersebut akan mendorong luapan syukur kepada Allah perihal kasih setia-Nya terhadap kita umat yang dikasihi-Nya. Apakah arti dan implementasi salam dari surga itu? 1. Keasadaran Diri Akan Kasih Karunia Allah (ayat 30). Salam dari surga berupa kabar Ilahi bahwa kita sebagai umat Allah akan beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Natal adalah peristiwa akbar di mana Allah menyatakan kasih karunia atas umat-Nya yang penuh dengan dosa. Karena kasih karunia itulah maka kita beroleh pengampunan dosa karena pada hakekatnya tidak seorangpun manusia dapat mengatasi persoalan dosa. Kata “salam” (Yun: χαιρε) dan “karunia” (Yun: κεχαριτωμενη) dalam ayat 28, berasal dari akar kata yang sama yaitu, χαρις kharis). Dalam bahasa Yunani kata “kharis” selalu menunjuk kepada sesuatu yang diberikan secara cuma-cuma. Sering diterjemahkan dengan beragam kata yang memiliki arti yang senada, yakni: anugerah, pemberian, kemurahan hati, mengaruniakan, mengampuni, atau mengahapuskan (hutang). Dalam Perjanjian Baru kata “kharis” muncul sekitar 155 kali dan acapkali dihubungkan dengan keselamatan kekal. Secara umum pengertian kata “karunia” adalah pemberian atau anugerah Allah, tetapi bila dihubungkan dengan keselamatan maka menjadi kasih karunia. Hal ini hendak memberi penagasan bahwa keselamatan itu bukan diperoleh karena perbuatan baik atau ketaatan kita dalam beragama, melainkan semata karena kasih karunia Allah. Secara tegas rasul Paulus berkata: “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri” (Ef. 2:8-9). Tetapi jangan sampai dipahami secara keliru, karena beroleh kasih karunia lalu kita hidup senantiasa dalam dosa (band. Gal. 5:13). Keselamatan kekal yang kita peroleh karena kasih karunia Allah itu haruslah tetap kita kerjakan dengan takut dan gentar kepada Allah. Kalau pun kita mampu mengerjakan keselamatan itu janganlah pula kita bermegah pada hari ini, melainkan bermegah pada hari Kristus nantinya (band. Flp. 2:12-18). Orang yang beroleh kasih karunia tidak lagi hidup dalam keberadaan sebagai manusia lama, melainkan mengenakan manusia baru yang terus menerus dibaharui (band. Gal. 5:5-17). Hidup seseorang yang beroleh kasih karunia haruslah diwarnai dengan buah-buah Roh, bukan buah-buah kedagingan (band, Gal. 5:19-26). Perbuatan baik bukan sebagai sarana keselamatan, melainkan buah keselamatan. Melalui perbuatan baik atau buah-buah Roh yang kita hasilkan akan mendorong orang untuk melihat dan mempermuliakan Bapa kita yang di surga (Mat. 5:16). Konon katanya bila kelak kita berada di surga akan ada tiga kekagetan yang akan kita alami. Pertama, kita kaget karena orang yang kita anggap baik dan rohaniawan malah tidak ada di surga, melainkan berada di neraka. Kisah ini sudah pernah disinggung oleh Yesus, dimana Ia tidak mengenal seorang pekerja yang melayani Allah secara spektakuler (band. Mat. 7:21-23). Kedua, kita kaget karena orang yang kita anggap berada di neraka malah masuk surga. Kisah ini juga terungkap melalui seorang penjahat yang disalib bersama Yesus di mana ia mendapat jaminan untuk berada di dalam firdaus (band. Luk. 23:43). Dan kekagetan kita yang ketiga adalah karena kita sendiri kaget, kok kita bisa masuk surga? Kesimpulannya, hanya kasih karunialah kita beroleh hidup yang kekal (band. Kis 15:11). Salam dari surga sebagai perenungan diri untuk senantisa merendahkan diri sambil mengucap syukur kepada Allah yang telah menyatakan kasih karunia-Nya kepada kita. 2. Kesadaran Diri Akan Keajaiban Allah (ayat 31-34). Allah kita adalah Allah yang ajaib dan terkadang pekerjaan-Nya sulit untuk kita fahami secara akal budi. Hal itulah yang membuat Maria bertanya, “bagaimana hal itu mungkin terjadi?” (lihat ayat 34). Menurut logika, tidak akan mungkin Maria bisa hamil karena ia belum bersuami dan melakukan hubungan suami isteri. Melalui pikiran manusia yang sangat terbatas amatlah sulit untuk merasionalisasikan mujizat atau keajaiban yang diperbuat oleh Allah, tetapi secara iman kita dapat mempercayai bahwa mujizat itu bersifat realita dan fakta adanya. Bagaimana mujizat itu menjadi realita dan fakta dalam kehidupan kita? Malaikat Gabriel memberi-tahukan kepada kita persyaratannya, bila: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah yang maha tinggi akan menaungi engkau” (ayat 35). Lebih lanjut Malaikat memberi penegasan bahwa: “Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil” (ayat 37). Diskusi antara Maria dengan malaikat Gabriel melahirkan suatu kesadaran diri yang baru. Maria yang awalnya tidak percaya akhirnya mempercayai bahwa Allah adalah sumber keajaiban yang mampu membuat hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Imannya lah yang mendorong Maria akhirnya berkata: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkatanmu itu” (lihat ayat 38). Beberapa waktu kemudian realita dan fakta mengenai mujizat Allah itu kian yakini oleh Maria di mana ia melihat sendiri Elisabet yang disebut mandul itu dapat hamil dan beroleh seorang putera bernama Yohanes Pembaptis (ayat 39-45). Sangatlah beralasan bila akhirnya Maria menaikkan senandung pujian dengan penuh kegembiraan untuk memuliakan Tuhan (ayat 46-55). Masalah yang ada pada teologia Liberal adalah penyangkalan terhadap mijizat. Bagi mereka mujizat itu tidak akan pernah ada, karena mujizat bertentangan dengan hukum alam. Ironisnya, mereka masih menyembah kepada Allah yang eksistensi-Nya sangat sulit untuk dapat dirasionalisasikan. Kekristenan identik dengan mujizat. Menurut saya bila kita tidak lagi mempercayai keajaiban Allah atau mujizat Ilahi, rasanya tidak pantas kita dikatakan sebagai seorang Kristen. Mengapa saya mengatakan demikian? Karena kekristenan sangat identik dengan mujizat dan kitab suci mencatat perihal makna dan maksud dari mujizat yang diperbuat oleh Allah atas manusia. Kita akan beroleh keajaiban Allah, itulah maksud salam dari surga yang harus kita percayai dan kita syukuri. Keajaiban yang diperbuat oleh Allah dilatar-belakangi oleh peristiwa di mana selama empat ratus tahun sebelum Yesus lahir, Allah tidak berfirman sama sekali dan tentunya Ia juga tidak melakukan mujizat. Para ahli teologia menyebut masa itu sebagai “masa diam” atau “silent time.” Setelah berlangsung cukup lama, kemudian ada berita dari surga yang membahagiakan hati kita di mana Allah kembali melakukan keajaiban-Nya atas umat manusia. Haleluya. Natal adalah proklamasi di mana Allah kembali menyatakan mujizat atau keajaiban-Nya atas manusia berdosa. Mari, persiapkan diri untuk menerima keajaiban Allah. Saya mau memastikan bahwa hidup anda pasti akan berbahagia bila diwarnai oleh mujizat dan keajaiban Allah. 3. Kesadaran Diri Sebagai Hamba Allah (ayat 35). Makna ketiga yang terkandung pada salam dari surga adalah kabar baik bahwa setiap orang percaya adalah para hamba Allah. Natal adalah momentum di mana Allah menyatakan kuasa untuk melepaskan umat-nya dari dosa (Luk. 1:47 band. Mat. 1:21). Umat yang sebelumnya terbelunggu oleh dosa, karena kasih karunia Allah maka mereka beroleh kelepasan dan menjadi umat merdeka (lihat Gal. 5:13). Kuasa Allah adalah otoritas dari Allah yang diberikan kepada umat-Nya. Kuasa Allah itu selain memampukan manusia untuk tidak dikuasai oleh dosa juga memampukan umat Allah untuk melayani pekerjaan-Nya. Dalam Perjanjian Lama, kuasa ini hanya berlaku bagi orang-orang tertentu saja, misalnya hanya kepada Para Imam, Suku Lewi atau kepada Raja semata. Hanya mereka saja yang dapat terlibat dalam melakukan pekerjaan Allah, tetapi tidak halnya dengan umat Allah yang lainnya. Di era Perjanjian Baru setiap umat Allah adalah imamat yang rajani (band 1 Ptr. 2:9). Setiap orang percaya layak dan dan punya tanggung jawab untuk melayani Tuhan, tetapi pelayanan yang Tuhan percayakan itu tidak akan memiliki bobot dan dampak spiritual yang dahsyat bila kita menon-aktifkan kuasa Allah. Orang-orang yang dilayani oleh Yesus mengakui ada kuasa Ilahi bersama dengan-Nya sehingga mereka melihat perbedaan yang signifikan antara pelayanan Yesus dengan pelayanan para ahli Taurat (band. Mrk. 1:22). Paulus sangat menyadari pentingnya kuasa itu dalam melayani Allah, walaupun ia sendiri memiliki kemampuan dan keterampilan yang mengagumkan (band. 1 Kor. 2:4-5; 1 Tes. 1:5). Andalkan dan kobarkan kuasa Allah itu dalam melayani Tuhan, niscahya pelayanan kita akan memberi dampat yang sangat luar biasa. Saat menulis artikel ini saya sedang berada di Starbucks yang terletak di George Street, Sydney Australia. Sambil minum kopi dan ngobrol dengan Toshiro Yamanishi rekan saya dari Osaka, Jepang, ia memberitahukan kepada saya sebuah salam Natal dalam bahasa Jepang. Ijinkan saya untuk mengucapkan salam itu kepada anda sekalian, “Shinnen Omedeto.” Bagaimana masih canggung mendengarnya? Baiklah kalau begitu saya akan mengucapkan dalam bahasa Indonesia saja, “Selamat Natal.”

Komentar

Postingan Populer