Orang IT Ber-EQ Rendah
*Artikel Dari Sebuah harian*
Pak Anthony Dio Martin,
Saya pernah mendengar Anda membahas di siaran radio soal orang IT
(information technology) yang EQ (kecerdasan emosional)-nya rendah. Saya
pun punya masalah yang sama. Seorang manajer di tempat kami yang berada
di IT, orangnya pinter tapi kemampuan sosialnya kurang. Kalau bicara,
sering saya tidak paham, begitu juga yang lainnya. Jadinya seringkali
terjadi perdebatan.
Tadinya kupikir saya yang kurang pintar. Masalahnya, dia pegang sistem
yang penting yang jadi jantungnya perusahaan. Orangnya pun saya lihat
tidak suka berbagi pengetahuan.
Pernah saya coba dekati tapi malahan saya yang jadi salah tingkah.
Ngobrol-nya jadi kaku sekali. Maka, saya setop. Saya sebenarnya kasihan
juga dan ingin bantu dia, tetapi tidak tahu bagaimana bicara sama dia.
Pertanyaan saya, apakah semua orang IT seperti itu? Saya pun ngeri
dengan anak saya yang ada di SMA yang senang main komputer dan punya
cita-cita masuk Teknik Komputer. Apa saran Bapak bagi para manager
maupun orang tua seperti saya?
*Jarot S,* Bekasi
//
Jawaban
Pak Jarot serta para pembaca, memang pernah ada penelitian di sekitar
tahun 1997 yang mengungkapkan bahwa orang-orang IT secara EQ jauh lebih
rendah dibandingkan dengan profesi lainnya. Bahkan topik ini pun pernah
dimuat di salah satu majalah bisnis yang diakui kredibilitasnya, Harvard
Business Review.
Menurut isi artikel tersebut, ada beberapa tanda yang biasanya dijumpai
pada orang IT yang menyebabkan mengapa mereka kemudian dianggap ber-EQ
rendah. Namun, sebelum membaca lebih jauh tanda-tanda ini, tentunya hal
ini lebih merupakan sebuah stereotipe daripada kenyataan yang sebenarnya.
Karena saya pun percaya, tidak berarti semua orang IT demikian. Bahkan,
saya mengenal banyak teman di IT yang pergaulan sosial serta kariernya
luar biasa. Jadi, hal ini sebaiknya tidak digeneralisasikan untuk semua
orang IT.
Beberapa ciri pada orang IT yang kemudian dianggap EQ-nya kurang
seperti: (1) orang-orang IT dianggap lebih banyak menggunakan IQ
daripada EQ dalam pekerjaannya, (2) mereka lebih sulit berempati dan
jarang menggunakan perasaannya dalam bertindak, (3) secara sosial pun
orang IT lebih sulit untuk bersosialisasi dengan orang lain, serta (4)
orientasinya lebih banyak berhubungan dengan teknis (job) daripada
manusia (people).
Hal ini diperparah lagi dengan berbagai realitas dan keluhan yang
membuat orang IT dilabel demikian. Misalnya, kehidupan mereka yang
berada di antara kotak komputernya. Bahkan, seorang istri pernah
berkomentar soal suaminya, "Saat di depan komputer, itulah saat mereka
di dunia mereka sesungguhnya" .
Faktanya, kehidupan sosial merekapun jadi kurang, karena kebanyakan
hanya bergaul dan berinteraksi dengan orang-orang yang seminat dan
kurang berbaur dengan unit lain di kantor. Bahkan, beberapa diantaranya
sulit memahami kebutuhan orang lain, sehingga sering terjadi konflik
dengan unit lain karena beda persepsi.
*Kurang fair*
Namun, realitas lain juga terkadang menunjukkan ada sikap kurang fair
terhadap rekan-rekan kita di IT. Berbagai perlakuan 'khas' dan kurang
fair yang seringkali dialami rekan-rekan IT misalnya: mereka
diperlakukan hanya sebagai trouble shooter, hanya kalau ada masalah.
Saat segalanya berjalan lancar, tidak diapresiasi sama sekali.
Orang ITpun jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan penting, hanya
soal-soal teknis saja baru mereka dilibatkan. Makanya, jangan heran
kalau orang IT sering jadi kehilangan konteks dengan gambaran besar
suatu proyek yang tengah dikerjakan.
Dan buruknya, para orang IT-un sering dicap nerd, dikotakkan dan
ditinggalkan. Mereka kurang dirangkul, baik dalam pergaulan sehari-hari
maupun dalam berbagai proyek penting di kantor. Maka, kondisi sosial
mereka yang buruk pun kadang menjadi tanggung jawab kita pula.
Di sinilah saya ingin menekankan mengapa EQ justru menjadi sangat
penting bagi orang IT dewasa ini. Pertama, IT merupakan fungsi yang
sangat vital. Banyak informasi dan data penting dapat diakses oleh orang
IT. Dari data keuangan perusahaan hingga data pribadi setiap karyawan.
Bayangkan jika karakter orang IT itu bermasalah, data-data tersebut bisa
disalahgunakan untuk hal yang merusak. Kedua, orang-orang IT pun
sebenarnya banyak bersinggungan dengan pihak lain. Tidak diragukan lagi,
IT adalah support bisnis yang penting dewasa ini.
Tanpa memiliki EQ yang baik, orang IT akan jadi sering konflik dengan
pihak lain. Ketiga, tentunya ini juga menjadi tantangan bagi orang IT
sendiri. Berbagai stereotipe pada orang IT yang dipaparkan di atas
justru akan menjadi tantangan bagi mereka untuk menepis semua stereotipe
yang keliru itu.
Nah, hingga di sini kita menjawab pertanyaan: apa saran serta tips yang
bisa diberikan kepada para orang IT ini? Pertama-tama, orang IT harus
Get out of your box. Jangan hanya bicara soal IT saja. Saya selalu
menyarankan agar mereka berusaha punya minat dengan bidang-bidang lain,
khususnya yang lebih banyak berhubungan dengan otak kanan seperti seni
dan hobi lain.
Inilah yang harus Anda sarankan pada anak Anda. Terlibatlah untuk
mengajaknya memasuki hobi yang berbeda, yang mengasah otak emosinya.
Selain itu, di pekerjaan pun orang IT sangat disarankan untuk mau tahu
serta terlibat dengan bidang-bidang lain.
Selain soal IT, saya selalu menyarankan agar para IT guys berusaha
membangun business sense mereka. Bukan hanya bicara soal teknis saja,
mereka pun harus bisa berbicara dari bahasa dan sudut pandang para user
sehingga mereka akan lebih disukai. Inilah sebenarnya kendala utamanya.
Di sisi lain, saya menyarankan mereka lebih banyak membaca, mendengar
bahkan sesekali mengikuti seminar yang berusaha mengimbangi hal-hal
teknis IT dengan hal-hal yang bersifat people skills.
Akhirnya, saya pun menyarankan orang-orang IT selalu berusaha mengetahui
area-area dalam EQ yang masih kurang. Caranya, dengan meminta feedback
dari orang lain dan berusahalah menutupi area yang kurang tersebut
dengan komitmen mengembangkan diri yang lebih baik.
Nah, untuk Pak Jarot dan juga pembaca lainnya, libatkanlah rekan-rekan
IT dalam berbagai pergaulan dan pertemuan, sehingga mereka pun belajar
mengasah EQ serta business sense mereka.
Akhirnya, saya seringkali mengatakan bahwa "Yang menakutkan kita
bukanlah komputer yang bisa berpikir seperti manusia, tetapi manusia
yang pikirannya seperti komputer".
Salah satu masalah komputer adalah mereka tidak berperasaan. So,
tanggung jawab kita semua juga untuk mengembangkan orang IT yang ber-EQ
tinggi!
Semoga Bisa Mengambil Maknanya. Jaya IT Indonesia
Komentar
Posting Komentar