DALAM LINDUNGAN TUHAN (Mazmur 91:1-16)
Rasanya tidak ada lagi tempat yang aman dan nyaman bagi manusia untuk berlindung pada masa sekarang ini. Sebelumnya banyak orang beranggapan bahwa pulau Bali adalah tempat yang aman dan nyaman, tetapi teror bom yang terjadi di Bali dan menewaskan banyak orang sehingga orang berpikir dua kali untuk berkunjung ke Bali.
Rekan saya pernah berkata, supaya aman naik saja maskapai penerbangan Garuda, meskipun harganya agak mahal dibandingkan pesawat lainnya yang relatif lebih murah. Ironisnya, tidak berselang lama setelah ia berujar maka pesawat yang dianggap aman itu mengalami kecelakaan dan menewaskan tidak sedikit penumpangnya. Semaraknya pemberitaan mass media mengenai kecelakaan dan kejahatan yang kerap terjadi saat ini melahirkan anggapan bahwa tidak ada lagi jaminan keamanan secara pasti. Alangkah bijaknya bila bertanya kepada siapa kita berlindung, bukan kepada apa kita berlindung agar beroleh keamanan? Jawabannya hanya satu, yaitu: dalam perlindungan Tuhan.
Apa elemen terkait yang perlu dipahami dalam upaya berlindung kepada Allah?
1. Memiliki Pandangan Yang Benar Akan Keberadaan Allah (ayat 1-2).
Nuansa perjalanan bangsa Israel saat berada di padang gurun menuju tanah Kanaan sangat jelas tersirat di dalam Mazmur 91, seperti: kubu (ayat 2), jerat (ayat 3), panah (ayat 5), musuh (ayat 7-8), batu (ayat 12) dan singa atau ular (ayat 13). Sangatlah beralasan bila banyak penafsir beranggapan bahwa Musa adalah sang penulisnya.
Pemazmur mengenali nama Allah secara utuh dan benar (band. ayat 14). Empat nama atau sebutan Ilahi yang dipakai oleh Pemazmur menunjukkan pandangannya yang benar tentang keberadaan Allah. Pandangan yang benar mengenai nama Allah akan mempengaruhi pandangan hidup, karakter dan moral para penyembah-Nya. Mari kita cermati empat nama Tuhan yang dipakai oleh sang pemazmur.
Pertama, Kata “TUHAN” dalam ayat 2a, diterjemahkan dari kata Ibrani יהוה – Yahweh. Dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan “Jehovah” yang berarti “ The Existing One.” TUHAN adalah nama yang paling sering digunakan dalam Alkitab dan muncul sebanyak 6.823 kali dalam Perjanjian Lama. Kata TUHAN atau Yahweh berasal dari kata kerja dalam bahasa Ibrani Hayah yang artinya: “adalah” atau “menjadi” (to be). Apabila diterjemahkan untuk orang pertama, kata ini menjadi “Aku adalah” (band. Kel. 3:14 – Aku adalah Aku). Oleh karena itu, nama TUHAN menunjuk kepada Pribadi Tuhan yang secara terus menerus ada atau menjadi “Pribadi yang ada dengan sendirinya.”
Kedua, kata “Allah” dalam ayat 2b, diterjemahkan dari kata אלהים (Elohim). Alkitab berbahasa Inggris menerjemahkannya dengan kata “God”. Perbedaan penggunaan nama Allah (Elohim) dengan TUHAN (Yahweh), mungkin sangat tidak kentara bagi beberapa orang, tetapi mereka yang mengenali nama Tuhan mengetahui secara pasti perbedaannya. Kata “Allah” atau Elohim berasal dari kata Ibrani אל (El) yang berarti: “yang kuat.” Nama “Elohim” digunakan sebanyak 2.500 kali dalam Alkitab untuk menyatakan bahwa Allah adalah pencipta. Dan Elohim adalah nama yang pertama kali digunakan untuk Allah Sang Pencipta dalam Kitab Suci Alkitab (lihat Kej. 1:1). Acuan terakhir yang menyatakan tentang Allah dalam Alkitab adalah kata Yunani θεος (Theos) yang tertulis dalam Wahyu 22:19. Perlu dicermati bahwa pewahyuan Alkitab dimulai dan diakhiri dengan nama Allah.
Ketiga, pemazmur menyebut Tuhan sebagai סתרה (Cithrah) atau “Yang maha tinggi (ayat 1 band. Ul. 32:39). Dan nama Tuhan yang keempat adalah: ידשׂ (Shadday) atau “Yang maha kuasa” (ayat 1, 9). Kedua nama Ilahi yang terakhir menunjuk kepada gelar atau fungsi lainnya untuk memberikan pemahaman kepada umat Allah akan aspek-aspek yang lain dari hakikat atau sifat dan karya TUHAN Allah. Memang tidaklah memadai untuk menjelaskan keberadaan diri Allah itu hanya dengan empat nama atau sebutan Ilahi. Sebanyak apapun manusia memakai nama atau sebutan untuk Allah tidak akan pernah mampu untuk menjelaskan secara komprehensif keberadaan diri Allah yang sesungguhnya. Tetapi keempat nama yang dipakai oleh pemazmur cukup representatif untuk menyatakan bahwa pemazmur adalah seorang yang memiliki pandangannya yang benar tentang Allah. Dan TUHAN Allah sendiri pun mengatakan bahwa pemazmur sangat mengenal nama-Nya (lihat ayat 14).
Saya sangat beruntung menghadiri pertemuan alumni STII yang diwadahi oleh Kerixon Family (KF) pada tanggal 3 Januari 2013 lalu. Ini kali pertama saya bertemu dengan pak Moranda Girsang seorang pribadi yang saya kenal dari orang lain tetapi hidupnya menginspirasi saya secara pribadi. Konco wiking yang sudah puluhan tahun tidak berjumpa seperti Poluk Djie, James Burnama, Jony Patinasarani dapat kembali bersua dan bercanda di sana. Tempat pertemuan alumni sekaligus ibadah natal KF diadakan di Jl. Pulomas Utara Raya C1 No. 6, Jakarta. Tepatnya di GKH Bena-Yah yang digembalakan oleh senior yang saya kagumi Pdt. Steven Djie. Dalam kotbah natal yang dipimpin oleh Pdt. Steven Djie, saya sangat kagum dengan apa yang diungkapkannya di bagian penutup dari kotbahnya. Pak Steven Djie berkata, “Kita memanggil Tuhan dengan nama yang berbeda-beda. Saya menyapa Tuhan hanya dengan nama Yahweh atau Elohim, lain dari itu tidak. Tetapi kita tetap menyembah dan melayani Tuhan yang sama, meskipun sebutannya berbeda-beda. Menurut saya ini adalah pernyataan bijak. Dari pada kita dibuat pusing membicarakan siapa nama yang tepat untuk Tuhan, lebih baik kita fokus untuk melayani TUHAN Allah dan menjadi berkat bagi sesama.
2. Memiliki Pandangan Yang Benar Akan Perlindungan Allah (ayat 3-9).
Selain memiliki pandangan yang benar tentang keberadaan Allah, pemazmur juga memiliki pandangan yang benar tentang perlindungan Allah. Karena itulah ia menyandarkan totalitas keberadaan dirinya dalam perlindungan Allah. Ia menjadikan Allah sebagai “naungan” (ayat 1), “tempat perlindungan” (ayat 2, 9), dan “kubu pertahanan” (ayat 2). Ungkapan “Allahku yang kupercayai” (ayat 2) menunjukkan kepercayaannya yang penuh terhadap TUHAN Allah.
Kata “sungguh” dalam ayat 3, bukan semata ungkapan yang bersifat retoris, melainkan ungkapan yang penuh kesungguhan bahwa orang yang berlindung kepada TUHAN Allah akan “dilepaskan” (ayat 3), “dilindungi” (ayat 4), “diberi keberanian” (ayat 5), “diberi kesehatan” (ayat 6) dan “diberi kemenangan” (ayat 7-8) dari segala persoalan kehidupan yang tengah dialami.
Kesadaran diri akan perlunya berlindung kepada Tuhan dalam segala situasi dan kondisi tercermin dari gambaran yang dipakai oleh sang pemazmur. Dalam ayat 3-4, pemazmur memakai burung sebagai kiasan. Ia mengkiaskan dirinya sebagai “anak burung yang kecil” dan TUHAN Allah itu sebagai “Induk burung besar” yang akan melindungi sang anak dari “jerat penangkap burung” (ayat 3), “panah” (ayat 5), dan segala macam “penyakit” (ayat 6). Praktisnya, pemazmur hendak mempertegas bahwa tidak ada tempat yang aman dan nyaman bagi manusia untuk berlindung selain dalam perlindungan Tuhan. Ada kepastian jaminan perlindungan dalam Tuhan, sekaligus mengangkat harkat manusia menjadi mahluk yang luhur dan mulia. Manusia akan memiliki kedudukan kehormatan yang amat tinggi bila memiliki persekutuan dengan Tuhan. Terlepas dari perlindungan dan persekutuan dengan Tuhan maka keberadaan manusia tidak ubahnya seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan.
Seperti halnya pemazmur, Yesus juga menegaskan hal yang senada, dengan berkata: “sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh. 15:5). Ada tiga prinsip yang terkandung di dalamnya. Pertama, prinsip persekutuan yang permanen dengan Tuhan. Kedua, prinsip ketergantungan mutlak kepada Tuhan. Dan ketiga, prinsip potensi ilahi yang ada pada manusia.
3. Memiliki Pandangan Yang Benar Akan Janji Allah (ayat 10-16).
Pandangan dasar akan mempengaruhi sikap atau prilaku seseorang. Bila dia memiliki pandangan yang salah terhadap seseorang atau sesuatu, maka otomatis dia pun akan bersikap negatif terhadap seseorang atau sesuatu. Karena itu kita harus memiliki pandangan yang benar dalam menilai atau meresponi segala sesuatu.
Kita harus memiliki pandangan yang benar terhadap janji perlindungan Allah. Janji Allah atas umat yang berpegang kepada janji-Nya bersifat permanen, ya dan amin. Sadarilah bahwa Allah tidak pernah ingkar janji, berbeda dengan manusia yang kerap ingkar janji. Kita tidak perlu mengingatkan Allah akan janjinya karena Dia tidak akan pernah melupakan janji-Nya. Bagian kita hanyalah berpegang teguh akan janji-janji-Nya atas kita.
Di saat kita berada di padang gurun atau masuk dalam pencobaan dan persoalan kehidupan, Allah menginginkan agar kita senantiasa berpegangan kepada janji-Nya. Ada dua janji Allah yang dipertegas di sini. Pertama, Allah berjanji untuk mengirim para malaikat-Nya sebagai penjaga bagi kita (ayat 11-12). Kedua, Allah berjanji akan menjawab seruan doa yang kita panjatkan kepada-Nya (ayat 15). Kedua janji ini menunjukkan betapa dahsyatnya perlindungan Allah atas umat-Nya. Oleh karena itu berpeganglah senantiasa kepada janji Alah!
Komentar
Posting Komentar