Menimbang kehidupan antara Terang dan Gelap

Yohanes 3:19-21.
Oleh: Wielsma DK. Baramuli

”19 Dan inilah hukum itu: Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan daripada terang, sebab perbuatan-perbutan mereka jahat. 20 Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatan nya yang jahat itu tidak nampak; 21 tetapi barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatan nya dilakukan dalam Allah”

Mengapa transparansi menjadi kriteria penting dalam institusi moderen yang demokratis? Supaya jelas apa yang akan dan sedang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam kehidupan bersama. Dan hal ini terutama berkaitan dengan akuntabilitas. Transparansi itu representasi dari yang terang. Agak sulit dipahami kalau ada transparansi yang lahir dari yang sesuati yang gelap. Wilayah yang gelap adalah wilayah tertutup atau sengaja ditutup dan karenanya jauh dari prinsip transparansi itu sendiri. Penghianatan, kejahatan, narkoba, dan korupsi misalnya terjadi dalam ruang-ruang gelap kehidupan kita.
Terang itu sebagaimana realitasnya, membuat segala sesuatu menjadi terlihat, teramati, dan sangat mungkin dipersoalkan dan terutama memungkinkan sekali diperbaiki. Jadi terang itu sendiri adalah sebuah kondisi atau keadaan yang bebas dari kegelapan dan melahirkan kejelasan dan tanggung jawab. Analogi terang yang dipakai oleh Yohanes untuk menjelaskan keberadaan Yesus menunjuk pada hakikat Yesus yang tidak berdosa dan membuat hal-hal dosa itu terkuak secara total di hadapan Yesus. Dosa tidak dapat sembunyi dan bertahan di hadapan Yesus.
Secara natural manusia selalu berusaha menghindari Terang itu karena manusia suka melakukan apa yang menjadi keinginannya sendiri, dan semakin manusia bisa menyembunyikan apa yang dilakukannya semakin ia merasa aman (jaim); kejahatan tidak menjadi kejahatan jika tersembunyi rapi dalam kegelapan. Biasanya hal-hal yang gelap atau berhubungan dengan gelap sangat alergi terhadap terang yang terpercik lewat pertanyaan, evaluasi, apalagi kritik.
Hanya jika kita betul-betul hidup dalam terang kita hidup dalam kebenaran. Hidup dalam terang itu melahirkan keberanian untuk bertindak, menyatakan pendapat, dan mengambil keputusan secara terbuka dan terang-benderang. Dari sana pula muncul apa yang menjadi salah satu ciri hidup yang benar itu, yaitu tanggung jawab.
Masalah dengan orang yang terus berkubang dalam kegelapan, salah satunya adalah ketiadaan tanggung jawab, karena ia perlu menutup dengan rapat segala sesuatu yang dapat atau berpeluang membuka segala borok, kemunafikan dan kejahatan yang dilakukannnya. Jika kita sedang dalam kegelapan kita tidak dapat menilai segala sesuatu di sekitar kita. Apakah pakaian yang kita pakai belepotan kotoran, apakah di depan kita, di samping kita, atau di belakang kita sedang ada ancaman bahaya. Hanya ketika kita ada dalam terang, kita dapat menilai segala sesuatu dengan baik dan dapat melangkah atau bergerak ke arah yang tidak membahayakan kehidupan kita dan hidup sesama kita.
Dalam pandangan Yohanes, menjadi jelas bahwa keselamatan itu identik dengan terang dan dosa identik dengan gelap. Terang itu berdimensi masa depan, sedang gelap tidak memiliki masa depan. Jika hendak membangun masa depan, bangunlah kultur terang dalam hidup kita. Tidak ada, atau tertutup kemungkinan membangun masa depan dengan tetap hidup atau mempraktikkan hidup yang gelap. Amin!

Komentar

Postingan Populer