DIKUBUR ATAU DIKREMASI ?

"Baru-baru ini dalam suatu acara kedukaan duduk dua tamu wanita berbincang
dengan keluarga almarhum. Seorang menanyakan 'dikubur atau dikremasi?,'
pihak keluarga menjawab bahwa almarhum akan 'dikubur.' Wanita itu menanyakan
lagi 'mengapa tidak dikremasi saja biar tidak merepotkan keluarga?' Teman
wanitanya menyela 'wah nggak mau repot ngurusin kuburan tapi warisannya
mau?' Seorang isteri pendeta mengaku bahwa ketika suaminya meninggal dan
dikremasi ia menerima banyak surat kritik dari jemaat mempertanyakannya. "

Percakapan diatas menunjukkan bahwa pada umumnya umat kristen mengubur
anggota keluarganya yang meninggal, tapi ada juga yang membakar jenazahnya
atau dikremasi. Kasus ini menyisakan pertanyaan 'Apakah sebaiknya umat
kristen mengubur atau mengkremasi anggota keluarganya yang meninggal dunia?'

Mengapa Dikremasi ?

Kebiasaan membakar jenazah atau kremasi terjadi dalam kepercayaan animisme,
karena bagi mereka kremasi merupakan cara mempercepat meleburnya jiwa
manusia kembali kepada alam. Kebiasaan mana juga terjadi di kalangan agama
mistik seperti Hindu dan Buddha yang beranggapan bahwa 'atman harus melebur
kembali kepada Brahman' (Hindu) dan kremasi mempercepat pelepasan itu. Agama
Buddha juga mengabarkan hal itu dimana Buddha Gautama sendiri dibakar
jenazahnya dan abunya di semayamkan dalam Stupa. Bagi Buddhisme, 'hidup
manusia bagai lilin yang menyala, bila nyalanya habis, habislah lilin itu'
dimana lilinnya habis menjadi asap dan asapnya habis dalam ketiadaan (atman
menjadi an-atman). Krematorium biasanya dibangun kalangan penganut Buddhis.

Dalam budaya Eropah kuno pembakaran jenazah adalah hal yang umum, bahkan
dikalangan Yunani dan Romawi kebiasaan itu terus berjalan berabad-abad
lamanya dan ini lebih lagi dipengaruhi faham platonik tentang manusia yang
dikotomis (dipotong jadi dua) yaitu dibedakan antara bagian roh dan
tubuhnya. Plato mengajarkan bahwa roh itu baik dan berasal dari dunia ide
sedangkan tubuh itu jahat dan berasal dari bumi. Dalam pandangan ini
pembakaran jenazah merupakan cara pelepasan. Ketika kekristenan mempengaruhi
dunia romawi kebiasaan membakar jenazah itu berubah menjadi mengubur
jenazah.

Di kalangan kristen ada juga yang terpengaruh dikotomi platonik demikian,
dan dikalangan liberal inklusif yang terpengaruh rasionalisme, keberadaan
roh itu ditolak, jadi pada saat seseorang mati seluruh keberadaannya juga
mati. Inklusivisme menganggap bahwa semua agama itu sama-sama menuju 'yang
Satu' itu (ini sebenarnya pandangan mistik Buddhisme), jadi apakah kita
mempraktekkan penguburan atau pembakaran mereka yang mati seperti dilakukan
dalam agama lain sama saja.

Banyak juga yang berpikir praktis, yaitu mengikuti kebiasaan tradisi turun
temurun. Dikalangan khususnya orang Cina, pengaruh agama Buddha memang
menghalalkan kremasi, dan kebiasaan ini masih diikuti oleh keturunan yang
masuk kristen. Orang modern banyak yang berfikir biar dikremasi saja
sehingga tidak merepotkan yang ditinggalkan yang harus mengurus kuburannya
bila dikubur.

Mengapa Dikubur ?

Dalam tradisi Yahudi maupun Perjanjian Lama, penguburan adalah yang lazim
dilakukan, dan sekalipun ada kasus-kasus tertentu diceritakan tentang
pembakaran, pada umumnya mereka menguburkan orangnya yang mati, baik ditanam
ditanah, ditumpuki batu-batu atau dibiarkan membusuk dalam gua dimana
dinding gua itu menyerap bau, jadi pembusukan jenazah terjadi secara wajar
dan alamiah. Bagi orang Yahudi, manusia bukan bersifat dikotomi platonik
(ibarat telur asin dimana bagian kuningnya mudah dipisahkan dari bagian yang
putih) melainkan holistik yaitu 'perpaduan tanah dan nafas hidup menjadi
mahluk hidup' (Kej.2:7, ibarat telur dadar dimana tidak mungkin memisahkan
bagian yang kuning dari yang putih, karena keduanya menjadi kesatuan yang
melebur). Setelah manusia jatuh dalam dosa, ia akan mati dan disebut 'sampai
engkau menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil.' (Kej.3:19).

Dalam Perjanjian Baru, Yesus juga memandang manusia secara holistik dimana
ia mengatakan 'dari hati timbul pikiran jahat .' (Mat.15:18), kejahatan
adalah buah keseluruhan eksistensi manusia. Dalam PB orang mati biasa
dikubur mengikuti kebiasaan PL, apalagi setelah umat kristen mendengar soal
kebangkitan orang mati maka kebiasaan mengubur diperteguh bahkan kemudian
mempengaruhi kebiasaan kremasi bangsa Romawi. Dalam Alkitab PL maupun PB,
api sekalipun kadangkala disebut menyucikan (tapi tidak menghanguskan) , api
yang menghanguskan biasanya menunjuk kepada hukuman Allah, demikian juga
dalam PB konsep api neraka sebagai tempat hukuman kekal memperkuat kebiasaan
penguburan yang kemudian menjadi tradisi kristen.

Lalu Bagaimana ?

Alkitab memang tidak secara eksplisit berbicara mengenai dikubur
atau dikremasi, namun isi Alkitab menunjukkan banyak contoh bahwa penguburan
adalah kebiasaan yang umum dilakukan, apalagi disebutkan bahwa 'ada saatnya
orang-orang dalam kuburan akan mendengar suara Yesus' (Yoh.5:28-29) dan
'kuburan akan terbuka pada saat kebangkitan kelak' (Mat.27:51).

Selain pandangan holistik Yahudi dan pandangan tentang tubuh kebangkitan
dikalangan kristen, umat kristen juga melihat manusia sebagai 'gambar Allah'
(Kej.1:27) yang membedakan wajah seseorang dibandingkan yang lain sehingga
bisa dikenal terus identitasnya. Karena itu membakar jenazah berarti kita
tidak menghargai aspek tubuh dari gambar Allah itu yang sudah dikenal
berpuluh tahun itu dan ketika meninggal begitu saja mencampakkan dan
memusnakannya dengan kremasi. Yesus yang bangkit menggunakan tubuh
manusiawinya, Henoch dan Elia diangkat ke sorga dalam bentuk tubuh
manusiawinya. Penguburan secara alamiah mengembalikan aspek fisik manusia
kembali kepada tanah secara wajar dimana unsur-unsurnya terserap dalam tanah
dan menjadi debu tanah, sedangkan pembakaran (kremasi) mengurai dan mengubah
zat-zat kimiawi manusia tersebut menjadi abu. Perlu juga direnungkan apakah
kematian langsung menceraikan 'bagian roh dari tubuh' seperti pandangan
dikotomis ataukah 'aspek roh dan tubuh' itu tercerai melalui proses beberapa
waktu, ada yang cepat ada yang lambat. Marilah merenungkan apa jadinya kalau
jenazah Yesus dan Lazarus dikremasi?

Berdasarkan hal-hal itu memang sebaiknya umat kristen menguburkan anggota
keluarganya yang mati dan memelihara kuburannya untuk sementara waktu.
Janganlah kita mencampakkan begitu saja aspek tubuh dari almarhum yang sudah
kita kenal puluhan tahun dengan membakarnya begitu cepat melainkan biarlah
kita menguburnya agar terjadi pembusukan secara alamiah dan wajar.
Setidaknya beberapa waktu setelah kematian, anggota keluarga masih bisa
mengunjungi kuburan untuk mengenang masa-masa bersama almarhum yang aspek
tubuh pribadinya sekarang ada di kuburan. Peti mati tidak perlu menggunakan
bahan berkualitas tinggi dan mahal yang sukar hancur melainkan cukup asal
rapih dan bersih, demikian juga kuburan tidak perlu dibangun dengan biaya
mahal, melainkan cukup diberi pembatas dan tanda nama sehingga membedakannya
dengan kuburan yang lain.

Kita tidak perlu kuatir bahwa umat kristen akan kehabisan tanah kuburan yang
mahal karena pemerintah secara umum menyediakan tanah kuburan (TPU), apalagi
organisasi penguburan kristen sekarang bisa membantu keluarga kristen dengan
biaya murah bahkan ada yang mengusahakan tersedianya taman pemakaman kristen
juga.

Kiranya artikel ini bisa menjadi bekal renungan bagi seseorang bila
memberlakukan jenazah anggota keluarganya yang meninggal dunia. ***

Salam kasih dari YABINA ministry (www.yabina. org)

Komentar

Postingan Populer