Kebenaran melampaui Agama

Oleh: Wielsma DK. Baramuli

Agama hukum memberi syarat kepada manusia bahwa manusia dapat dibenarkan di hadapan Tuhan Allah apabila manusia dapat memenuhi hukum agama. Ikuti semua hukum agama, dan kamu akan selamat.

Orang Yahudi, sebagaimana Paulus pernah melakukannya, mengikuti aturan agama dengan sangat ketat. Mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah (10:2). Tetapi demi hukum agama, ada banyak praktik yang bertentangan dengan kehendak Allah itu sendiri. Paulus menyebutnya dengan istilah, tanpa pengertian yang benar (10:2). Bahkan Paulus sendiri menyaksikan bahwa hukum agama itu telah mendirikan kebenarannya sendiri dan tidak takluk lagi kepada kebenaran Allah (10:3). Dalam bahasa yang sederhana, agama sudah menjadi Tuhan Allah.

Cara beragama yang menaklukkan diri hanya kepada hukum agama saja, dapat kita sebut sebagai agama yang legalisitk-formal. Kelemahan agama legalistik-formal adalah hukum agama dapat menjelma menjadi aturan yang bukan saja mengatur manusia, tetapi mengatur Tuhan sendiri. Misalnya Tuhan hanya bisa berbuat dan melakukan sesuatu sesuai dengan hukum yang ditetapkan agama.

Jadi ketika orang memahami Tuhan Allah di luar aturan hukum agama yang ada, atau kebiasaan yang ada, maka orang itu dicap sebagai sesat dan berdosa, dan parahnya bisa dibunuh atas nama Tuhan. Bahkan Tuhan sendiri (Yesus Kristus) yang datang untuk mengubah pengertian orang Yahudi tentang Tuhan yang tidak sebatas hukum agama Yahudi, dibunuh oleh orang Yahudi. Tindakan inipun dilanjutkan oleh Paulus, yang masih bernama Saulus, sebagai seorang pelopor penegak dan pembela Tuhan menurut hukum agama Yahudi. Namun, Saulus mengalami perubahan karena disentuh oleh kebenaran Tuhan, dan menjadi Paulus yang memberitakan kebenaran Tuhan yang melampaui hukum agama. Kasih Allah adalah motif utama yang melewati logika hukum agama itu sendiri. Paulus menyebutnya sebagai Kristus yang adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga orang yang percaya berdasarkan Kasih Allah itu, dan bukan sekedar sesuai dengan hukum agama, memperoleh kebenaran (10:4).

Iman atau percaya kepada Allah adalah sesuatu tabiat yang asli dalam hidup manusia. Itu bukan status formal, melainkan kenyataan asli yang mengalir dari hidup orang percaya kepada Allah. Orang beriman yang dibenarkan oleh Kristus, bukan sekedar menjalankan kebenaran demi memenuhi hukum agama, tetapi karena ia sudah dibenarkan oleh Allah. Hidupnya jelas mengalirkan kasih dan kehidupan bagi orang lain dan dunia ini. Inilah kualitas hidup dari orang Kristen. Tidak munafik, tetapi asli dalam bersikap. Entah hanya dia sendiri, atau disaksikan orang banyak, sikapnya tetap sama berlaku sesuai apa yang ia imani (10: 5-10), atau dalam ajaran Yesus, mengasihi Tuhan dan sesama secara bulat! (Mat. 22: 37-40)

Manusia tetap butuh agama. Namun agama harus diletakkan sebagai wahana menghayati Tuhan, dan bukan sebaliknya, agama menjadi Tuhan atas manusia. Ajaran Paulus dalam surat Roma ini menegaskan kembali bahwa Pusat Kebenaran adalah Allah. Kristus adalah kebenaran Allah yang dinyatakan kepada manusia. Kristus adalah prototipe dari kebenaran itu sendiri. Percaya kepada Kristus berarti selamat. Orang-orang selamat itu nampak dalam hidupnya yang tidak sekedar menjalankan hukum agama saja melainkan melampaui hukum itu sendiri dan menjadi serupa dengan Kristus. Orang Kristen yang sejati melakukan kebenaran bukan hanya demi mentaati hukum agama semata, melainkan karena ia sudah dibenarkan oleh Sang Kebenaran itu sendiri, Kristus Tuhan. Amin.

Komentar

Postingan Populer