Kesaksian - Pertobatan


Saya (Dr. Stephen Abdul Ganiyu Adewale) dilahirkan tanggal 9 Agustus 1965
dalam keluarga poligami, sehingga saya selalu kebingungan saat harus
menjelaskan hubungan keluarga saya kepada saudara saya yang lain. Itu
terjadi karena saya lahir bukan dari latar belakang Kristen, namun penentang
kekristenan. Saya anak sulung dari dua puluh bersaudara dalam satu ayah.
Ayah saya adalah seorang polisi yang selalu ditempatkan di daerah yang
berbeda-beda sesuai tugas, sehingga hidup saya selalu berpindah-pindah,
tidak pernah menetap. Dengan adik yang banyak dan hidup yang
berpindah-pindah, saya hidup dalam situasi ekonomi yang sangat sulit.
Sekolah tidak pernah tetap, bisa tiap tahun saya berpindah sekolah. Ayah
biasa menitipkan saya pada kenalannya karena tidak mampu mengurusi saya.
Kenalan-kenalan ayah tersebut jelas tidak menyayangi saya karena hanya
terpaksa saja menerima saya.

Saya pernah tinggal dengan seorang ibu yang memiliki usaha kantin. Saya
dipaksa bekerja sendirian dalam memasak, melayani tamu, sampai mengerjakan
pekerjaan rumah tangga. Mungkin alasannya mau menerima saya adalah karena ia
mendapatkan pekerja tanpa harus membayar. Saat ayah harus pindah lagi, kali
ini saya dititipkan pada temannya yang seorang tukang roti. Saya mendapatkan
perlakuan yang lebih buruk dari sebelumnya, ia sering memukuli saya hanya
untuk melampiaskan kemarahannya. Saya harus mengalami kerja paksa; bangun
pagi-pagi sekali, sampai hari menjelang siang, ia baru membiarkan saya pergi
sekolah. Karena sudah terlalu siang, saya tidak berani masuk sekolah. Saya
hanya berputar-putar di sekitar sekolahan sambil bersembunyi, takut mendapat
hukuman dari sekolah. Hal ini tentu saja membuat saya tidak naik kelas.
Sebaliknya, saya malah masuk dalam pergaulan yang salah.

Keterlibatan saya yang semakin jauh dalam pergaulan geng, membuat masa depan
saya semakin kelam. Saya melakukan segala macam kejahatan geng, mulai dari
pemerasan, teror, pencurian, sampai perampokan. Di kalangan kriminal, saya
cukup ditakuti. Mereka menjuluki saya "Bulldog". Itulah panggilan saya
sehari-hari -- punya banyak musuh. Saya dikejar-kejar polisi dan masuk dalam
daftar pencarian orang, sehingga saya harus melarikan diri berpindah-pindah
dari satu daerah ke daerah lain. Kadang saya juga takut dosa kalau teringat
agama. Walaupun saya orang jahat, saya masih rajin bersembahyang seperti
yang agama saya ajarkan. Untuk itu, saya mencoba bertobat; berhenti
melakukan hal jahat dan melakukan pekerjaan lain yang baik. Saya melakukan
pekerjaan apa saja, mulai dari kondektur bus, pekerja bangunan, pemotong
kayu, buruh kasar, dan sebagainya.

Namun, hidup sepertinya tetap tidak berpihak pada saya, pekerjaan-pekerjaan
tersebut tetap tidak bisa memenuhi kebutuhan saya. Untuk makan, saya masih
sering kelaparan. Hanya untuk mengganjal perut, saya sering makan dedaunan
atau minum air mentah yang banyak sampai perut saya terasa penuh. Saya tidak
tahan lagi. Suatu hari, saat saya kembali merampok sebuah toko, rupanya ada
yang melihat dan melapor polisi. Polisi langsung mengepung tempat itu dan
mencari-cari saya. Untungnya saya masih sempat lolos dan lari sejauh
mungkin. Dalam pelarian, saya hidup luntang-lantung dan kelaparan, namun
saya tidak mau berbuat jahat lagi. Suatu hari, saya melewati halaman sebuah
sekolah Kristen. Di balik pagar sekolah itu, saya mendengarkan murid-murid
yang sedang berlatih paduan suara. Begitu indahnya lagu yang mereka
nyanyikan, saya berdiri diam di sana dan menikmati nyanyian itu. Ada sebuah
kedamaian meresap ke dalam hati saya.

Saya keluarkan sebuah kitab Injil kecil yang kumuh dan lusuh dari balik baju
saya. Kitab kecil itu adalah pemberian seorang teman saya waktu bekerja
dahulu. Menurutnya, itu adalah harta yang paling berharga baginya, dan dia
memberikan pada saya karena katanya buku itu bisa melindungi saya. Bahkan,
ia mengajarkan beberapa doa dari kitab Mazmur, katanya untuk perlindungan
dan kekuatan. Memang saya masih rajin bersembahyang, namun kadang-kadang
saya tergoda untuk berdoa dengan cara teman saya karena merasakan kemanjuran
dari doa-doa tersebut. Saya merasakan pikiran saya menjadi lebih tenang dan
memiliki kekuatan untuk tetap bertahan. Kemudian, saya naik gunung,
menyendiri, berdoa, dan bertapa. Hal ini biasa dilakukan oleh orang pemeluk
agama saya untuk mencari pencerahan. Saya minta petunjuk atas hidup saya
yang tidak pantas dijalani ini. Berdoa dengan tasbih, mengulangi doa-doa
yang sama. Namun, terkadang saya membaca Injil dan turut berdoa dengan
kalimat-kalimat dalam Mazmur.

Saya merasa mendapatkan kekuatan karena doa-doa itu, dan kemudian turun
gunung. Saya menumpang pada seorang Kristen yang saya kenal begitu saja di
jalan. Dia begitu baik, menyediakan segala yang saya perlukan setiap hari.
Suatu hari, tanpa sengaja saya pergi mengikuti kebaktiannya. Saya pikir
tidak ada salahnya, toh saya juga sudah membaca Mazmur dan doa-doa dalam
kitab itu juga sudah menjadi doa saya. Namun kemudian, yang terjadi tidak
disangka-sangka, ada semacam aliran yang terasa begitu hebat menjamah saya.
Saya bertobat dan menyerahkan hidup saya pada Kristus. Setelah itu, saya
kembali ke kampung halaman. Karena tidak enak pada saudara-saudara, saya
tetap meneruskan sembahyang dengan cara mereka, walaupun saya gelisah dan
tidak menemukan damai saat melakukannya. Saya masuk dalam pergumulan yang
berat, mana yang harus saya pilih, keyakinan saya yang lama atau Kristus?
Bermalam-malam saya tidak bisa tidur dan terus memikirkannya.

Sampai suatu malam saya bermimpi. Mimpi itu jelas sekali. Saya bermimpi ada
di sebuah persimpangan dengan banyak jalan. Saya kebingungan dan
menimbang-nimbang, jalan mana yang harus saya pilih? Ada sesuatu mendekati
saya, walau saya tidak dapat melihat wujudnya, namun saya dapat mendengar
suaranya. Ia berkata, "Ikutlah jalan ke mana engkau telah mulai melangkahkan
kakimu ke situ, dan kau akan melihat ke mana jalan itu akan membawamu." Saya
mematuhi suara itu dan mulai berjalan. Walaupun saya tidak melihatnya, saya
tahu Ia mengikuti saya. Tidak lama kemudian, saya tiba di sebuah tempat yang
sangat indah, tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Saya katakana pada
sosok itu, saya ingin tinggal di tempat yang indah itu dan tidak ingin
kembali lagi. Ia menjawab, "Terserah padamu untuk memilih datang ke sini
atau tidak, tapi untuk sekarang, mari kita pergi." Dan saya pun terbangun
dari mimpi itu.

Saya mulai berdoa, Tuhan saya ingin sampai di tempat itu dan tinggal di
sana, apapun yang terjadi. Perjumpaan saya dengan Kristus telah membulatkan
tekad saya. Orang-orang sekitar saya mulai mengetahui perubahan keyakinan
saya dan mereka mulai membenci, melecehkan, dan menindas saya. Hal itu juga
sampai ke telinga ayah, dan ia pun memanggil saya. Walaupun takut, saya
memberanikan diri menjumpainya. Ia bertanya, apa betul apa yang telah ia
dengar, apa ada yang salah dengan saya? Saya katakan padanya betul, saya
telah berjumpa dengan Yesus. Reaksinya akan jawaban saya, sudah saya duga
sebelumnya. Ia menjadi sangat marah dan memukuli saya, kemudian mengusir
saya keluar dari rumah. Sambil bersumpah, siapapun yang menerima saya
menumpang di rumahnya, ia akan membakar habis rumah tersebut. Pada kemudian
hari, ia mengurus di pengadilan dan menyatakan saya secara resmi bukan
anaknya lagi.

Selama setahun, saya menjadi tunawisma dan bekerja apa saja untuk memperoleh
makan. Namun, kali ini lebih sulit daripada yang dahulu. Semua orang yang
saya kenal tidak mau menerima saya, bahkan kalau tidak kenal pun, ayah saya
akan datang pada pemilik usaha itu dengan seragam polisinya, memerintahkan
agar saya segera dikeluarkan. Pengusaha itu pasti mengikuti perintah ayah
saya karena dia tidak mau terlibat masalah. Bila itu terjadi, saya hanya
tersenyum. Saya tahu semua yang terjadi ini hanya sementara, dibanding nanti
saya akan tinggal selamanya di tempat indah yang telah saya lihat itu. Saya
mencoba menumpang pada sebuah gereja dan saya mau melakukan apa saja asal
diberikan tempat berteduh. Walau awalnya curiga, mereka mau menerima saya.
Hidup saya berpindah-pindah dari satu jemaat ke jemaat lain. Saya tak mau
menetap dan mendatangkan masalah pada keluarga di mana saya tinggal karena
ayah mungkin akan mendatangi mereka. Saya melakukan apa saja untuk menolong
mereka tanpa dibayar, asal mendapat tempat berteduh dan sedikit makan --
memotong rumput, membelah kayu, membangun rumah, dan berbagai macam
pekerjaan kasar yang lain. Semua itu saya lakukan dengan sungguh-sungguh dan
bersukacita.

Dalam waktu beberapa tahun, saya mulai dikenal baik oleh jemaat gereja
tersebut sebagai seorang Kristen muda yang rajin dan sungguh-sungguh. Para
jemaat menjadi tertarik untuk membiayai sekolah saya -- mereka bergantian
membiayai saya. Yang satu memberikan biaya masuk, yang lain biaya buku-buku,
yang lain lagi biaya ujian, begitu seterusnya. Dan Tuhan sungguh baik, tiap
kali saya memerlukan sesuatu, Dia menyediakan tepat pada waktunya. Anugerah
ini sungguh tidak saya sia-siakan, walaupun saya begitu bodoh dan
ketinggalan jauh sekali dalam pelajaran, Tuhan membantu saya menjadi mudah
mengingat semuanya. Saya menjadi berprestasi, lulus dengan baik, bahkan
kemudian universitas meminta saya sebagai dosen di tempat itu. Saya yang
begitu bodoh, telah Tuhan buat menjadi pengajar orang lain. Lihat apa yang
telah Tuhan Yesus lakukan dalam kehidupan saya. Ia telah menggenapi
firman-Nya dalam Mazmur, kitab kecintaan saya. Banyak buku yang sudah saya
tulis telah diterbitkan dan dibaca kalangan luas, sekali lagi itu bukan
kepintaran saya, melainkan hikmat dari Tuhan.

Saya dihormati di kalangan petinggi dan raja-raja, persis seperti yang
dikatakan dalam Mazmur. Semuanya datang begitu saja, penghargaan-penghargaan
itu saya gantung berderet di dinding rumah, bukan untuk memegahkan diri,
melainkan untuk menjadi kesaksian, bagaimana seorang pengemis dan penjahat
yang hancur dan tidak punya harapan seperti saya, Tuhan angkat tinggi
menjadi seperti sekarang. Terpujilah nama Tuhan Yesus.

Diambil dan disunting seperlunya dari: Nama majalah: VOICE Indonesia, Edisi
86, Tahun 2006 Penulis: Tidak dicantumkan Penerbit: Communication Department
-- Full Gospel Business's Men Fellowship International -- Indonesia: Yayasan
Usahawan Injil Sepenuhnya Internasional (PUISI), Jakarta 2006 Halaman: 17 --
21

Komentar

Postingan Populer