Pantangan Bagi Wirausaha
Wirausaha sebagai manusia yang hidup dan bergelimang dalam dunia materi, seyogianya tidak menjadi manusia yang materialistis. Manusia yang mendewakan materi, dan yang menganggap harta kekayaan itu adalah segala-galanya.
Sebagai manusia yang beragama, hidup didunia hanya sementara. Hidup yang kekal tetap hanya diakhirat. Harta dalam bentuk apapun tidak lebih hanya alat untuk hidup. Hanya alat dan bukan tujuan hidup. Hidup diakhirat sama sekali tidak membutuhkan harta atau materi. Karena itu tidak ada materi yang akan dibawa untuk bekal hidup diakhirat.
Oleh karena itu setiap wirausaha wajar untuk menghindari sifat-sifat sebagai berikut :
1. a moral (tak bermoral
2. Rakus
3. Culas
4. Curang
5. Malas
6. Putus asa
7. Marah
8. Sedih
9. Sesal
10. Dengki
11. Iri
12. Cemburu
13. Sombong
14. Pamer
15. Takabur
16. Fitnah
17. Rendah diri
1. A Moral (Tak Bermoral)
Efisiensi (hemat) adalah suatu asas yang harus diamalkan dalam setiap kegiatan bisnis. Tujuannya supaya komoditas yang dihasilkan mempunyai daya saing dalam harga dipasar. Jadi efisiensi adalah suatu keharusan dari setiap usaha.
Namun efisiensi itu tidak boleh dicapai dengan cara yang melanggar hak azasi manusia. Misalnya dengan cara menekan upah buruh dan pekerja. Memperpanjang jam kerja untuk tingkat upah yang sama. Memperpanjang masa lembur diluar batas maksimum jam kerja mingguan. Memperkerjakan anak-anak diabwah umur sebagai pekerja tetap. Membiarkan kondisi kerja yang tidak manusiawi. Memperkerjakan wanita diluar jam kerja yang layak (malam hari). Mempersulit hak cuti haid dan cuti hamil.
Tindakan-tindakan semacam itu dapat dianggap sebagai tindakan a moral yang harus dihindari.
Tujuan usaha untuk mencari untung dibenarkan, namun menghalalkan semua cara dalam mencapai tujuan itu adalah ‘a moral.
2. Rakus
Makan 3 kali sehari, kendatipun dengan lauk pauk yang berlimpah boleh-boleh saja. Namun makan 7 kali sehari sudah dianggap rakus.
Menabung untuk keperluan hidup masa depan anak-anak dan cucu adalah wajar dan dianjurkan, tapi menumpuk harta kekayaan untuk 7 turunan adalah sifat rakus yang keterlaluan. Apalagi menumpuk kekayaan itu dengan cara melahap semua jenis barang dari beras, ikan asin, terigu, gula, tapi juga semen, batu bata, besi beton, gedung bertingkat, bahkan hutanpun ditelan.
Rakus adalah saudara kandung dari loba, tamak, serakah yang sering dilakukan melalui cara kolusi dengan pejabat, korupsi, koncoisme, percukongan dan nepotisme.
3. Culas
Culas artinya malas sekali, tidak tangkas, lamban bagaikan keong. Sifat ini tidak sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh seorang wirausaha, yang harus mampu berdiri diatas kaki sendiri.
Culas juga berarti curang, tidak jujur, tidak lurus hati, licik. Pepatah mengatakan orang seperti ini bagaikan “telunjuk lurus kelingking berkait, menohok kawan seiring, menggunting dalam lipatan, lain dimulut lain dihati. Mulut manis namun hati bagaikan empedu”.
4. Curang
Curang adalah saudara kandung dari culas, penipu dan licik. Tujuan bagi mereka menghalalkan semua cara. Yang penting berhasil, sukses dan menang. Halal dan haram sama saja.
5. Malas
Malas adalah adiknya culas. Tidak merusak orang lain, tapi menghancurkan diri sendiri. Apa yang bisa diharapkan dari seorang pemalas. Sifat malas harus dijauhi oleh setiap wirausaha.
6. Putus asa
Putus asa artinya tidak punya harapan lagi. Dalam dunia bisnis kegagalan dan kesuksesan saling bergantian. Kini berhasil, besok lusa bisa gagal. Sepandai-pandai tupai melompat, saru waktu jatuh juga.
Zaman beredar musim berganti. Ibaratkan roda pedati nasib kitapun bisa begitu, sekali berada dibawah, sekali berada diatas. Bila musim kemarau tiba, kadangkalah usaha kita mengalami nasib serupa, kegagalan yang berkepanjangan.
Tiap kali dicoba gagal lagi. Besok dicoba ternyata gagal lagi. Kegagalan yang berkepanjangan akan menyebabkan orang putus asa, menyerah dan pasrah.
Seorang wirausaha pantang putus asa. Kendati sudah gagal 1000 kali, janganlah berputus asa. Jatuh bangun dalam berwirausaha hal yang sudah lumrah, sudah biasa. Yang penting setelah jatuh, upayakan bangun kembali. Jangan sampai jatuh yang tidak bangun-bangun lagi. Itu artinya mati. Tamat riwayatnya sebagai seorang wirausaha. Jangan sampai putus asa.
7. Marah
Melakukan bisnis berarti berhubungan dengan banyak orang. Tiap orang punya tingkah laku yang berbeda. Ada yang menyenangkan, namun banyak pula yang menjengkelkan. Ada yang bisa saling menghormati, namun banyak pula yang menghina dan merendahkan.
Menghadapi mereka yang menjengkelkan, menghina dan merendahkan wajar dan manusiawi bila kita menjadi marah. Marah adalah pernyataan perasaan hati yang tidak senang. Seorang wirausaha sebagai manusia wajr pula untuk marah. Namun yang lebih penting adalah bagaimana bisa mengendalikan “nafsu amarah” ini demi kepentingan tujuan usaha kita.
8. Sedih
Suatu usaha yang dibangun sedikit demi sedikit dalam waktu yang cukup lama, kini porak poranda dilanda api huruhara reformasi. Siapa yang tidak sedih dan merasa pilu dihati melihat kondisi yang semacamini.
Seorang wirausaha sejati tidak boleh larut dalam rasa sedih dan kesedihan. Dia harus kembali mengumpulkan puing-puing kehancuran itu. Menyusun kembali bata per bata untuk membangun fondasi yang lebih kuat bagi usahanya.
“Patah tumbuh hilang berganti”, kata pepatah. Yang lama biarlah hancur, yang baru dibangun lagi. Satu hilang, seribu datan. Wirausaha tidak boleh larut dalam kesedihan.
9. Sesal
Tidak ada manusia yang sempurna. Salah dan khilaf soal biasa. “Khilaf mata, hilang duit” kata orang-orang tua. “Salah hitung bisa buntung”, kata pedagang.
Untung-untung dalam bisnis biasa. Namun bila kerugian itu disebabkan karena kesalahan sendiri, biasanya menimbulkan rasa sesal yang luas biasa. Orang akan cenderung menyesali dirinya sendiri. Dia akan rintang mengutuk kebebalannya sendiri, tanpa henti.
Tidak ada manfaat menyesali diri sendiri. Yang sudah berlalu tidak akan kembali lagi.nasi sudah menjadi bubur. “Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak ada gunanya”
10. Dengki
Ada orang yang senang membanding-bandingkan hidup dan kehidupannya sendiri dengan tetangga atau orang lain. Kebiasaan membanding-bandingkan ini lazimnya akan menghasilkan dua hal yang negatif. Bila hidupnya sendiri lebih baik dan lebih unggul dari orang lain, maka dia akan merasa lebih dari orang. Rasa lebih dari orang lain ini akan melahirkan sifat sombong.
Sebaliknya bila dia merasa lebih rendah atau merasa bernasib lebih buruk dari orang lain, maka akan lahir sifat “iri”.
Bila rasa iri meningkat menjadi nafsu untuk mencelakakan orang lain, maka lahir sifat “dengki’.
Dalam persaingan dunia usaha, rasa dengki bisa meningkat menjadi tindak kriminal. Pernah kia kenal kasus, permen coklat merek terkenal karena dengki dari saingan “dikerjain” menjadi permen cokelat ‘beracun”, sehingga ditinggalkan pembeli.
Rokok merek terkenal,pernah di “kerjain” karena dengki menjadi rokok penyebar “wabah flu”, sehingga kehilangan pasar.
Sifat dengki yang bersumber dari sifat iri, seyogianya dijauhi dalam bisnis, karena akan mengarah pada tindak kriminal.
Persaingan yang sehat, bukanlah persaingan yang berlandaskan pada “Free fight competition”, tetapi persaingan yang berlandaskan pada philosofi “The Customer is a king”.
Persaingan yang sehat bukanlah persaingan dengan tujuan menghancurkan lawan seperti yang diajarkan Michael Porter, tetapi persaingan dengan meningkatkan “daya pesona” komoditas, dimata pelanggan. Pola persaingan yang belakangan ini diyakini akan dapat mememangkan persaingan diarena mancanegara dimas depan.
11. Iri
Iri artinya perasaan kurang senang melihat kelebihan orang lain. Perasaan ini timbul karena kurang percaya diri sendiri, pada martabat sendiri dan karena tidak percaya pada Takdir Tuhan. Manusia yang percaya pada diri sendiri dan percaya pada Takdir dan pada Keadilan Tuhan, tidak akan pernah merasa iri.
Perasaan iri adalah ibu kandung dari sifat dengki yang dapat mencelakakan diri sendiri dan orang lain.
12. Cemburu
Cemburu adalah saudara sepupu dari sifat iri, dengki dan sombong. Semuanya lahir dari hati yang tak bersyukur atas pemberian Tuhan.
Seseorang secara diam-diam dalam hati kecilnya menggugat Tuhan. Kenapa Tuhan memberikan orang lain, lebih banyak lebih baik daripada yang diberikan kepada-ku. Rasa cemburu sesuungguhnya berakar pada gugatan pada Keadilan Tuhan. Suatu rasa dan sifat yang tidak pantas ada pada manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dibumi ini.
Sifat cemburu akan menjurus pada sifat dengki yang akan bermuara pada tindakan kejahatan. Kejahatan bukanlah tujuan yang ingin dicapai oleh seorang wiraswasta.
13. Sombong
Seorang yang sukses dalam hidup misalnya berpangkat tinggi, atau kaya biasanya suka lupa diri. Mereka lebih hebat dari orang lain. Menilai diri sendiri jauh lebih wajar untuk dihormati. Sifat semacam ini disebut dengan sombong.
Sombong menjadi saudara kandung dari sifat takabur, pongah dan congkak. Sifat-sifat ini akan selalu menjadi cairan Tuhan untuk diberi hukuman yang setimpal, ganjaran yang menghancurkan anak manusia, tak perduli apakah dia Presiden ataukah hanya seorang waraswasta.
14. Pamer
Pamer artinya menunjukan (mendomantrasikan) sesuatu yang dimiliki kepada orang banyak dengan maksud memperlihatkan kelebihan atau keunggulan diri sendiri. Tujuannya adalah menyombongkan diri atau mengembangkan kekayaan dengan mengharapkjan pujian dan kekaguman.
Sifat pamer semacam ini pada dasarnya bersumber dan berakar pada rasa rendah diri (Inferiority Complex) yang mencari kompensasi dalam bentuk yang bertolak belakang dengan cara menonjolkan materi atau pangkat untuk memperoleh pengakuan atas keberadaannya dari orang lain.
Sifat pamer adalah sifat buruk yang menjijikan, yang akan menjadi obyek pergunjingan, dan akan dijauhkan orang dari lingkungan pergaulan. Kondisi semacam ini sangat merugikan kita selaku pengusaha.
Pamer yang dimaksud disini berbeda dengan istilah “pameran” dalam pengertian “promosi” yang pengertiannya justru untuk menonjolkan keunggulan suatu komoditas, dengan tujuan untuk menarik “minat” pelanggaran terhadap komoditas yang dipamerkan.
15. Takabur
Takabur artinya menilai diri sendiri lebih mulia, lebih hebat, lebih pandai, lebih tahu dari orang lain sehingga lupa bahwa yang serba lebih iotu hanya milik Tuhan.
Hanya Tuhan yang Maha Mulia, Maha Kaya, Maha Tahu dan sebagainya.
Orang yang takabur biasanya “disumpahi” banyak orang supaya mendapat hukuman dariTuhan.
Sifat takabur akan berakibat kita akan dijauhi orang, sehingga akan merugikan diri sendiridan usaha kita sendiri.
16. Fitnah
Fitnah lebih kejam dari pembunuhan, kata pribahasa setelah peristiwa G30S/PKI.
Fitnah artinya perkataan orang bohong atau tanpa dasar kebenaran yang disebarkan dengan maksud untuk menjelekan orang atau buruk menjatiuhkan nama baik suatu komoditas dipasar. Tujuannya untuk menyingkirkan saingan. Persaingan secara demikian tidak sehat, licik, dan tidak jantan. Karena itu sifat memfitnah harus jauh oleh setiap wiraswata.
17. Rendah diri
Rendah diri artinya merasa lebih rendah dari orang lain. Dulu kalau seorang pejabat seperti Bupati bicara dengan bawahan apalagi dengan rakyat sombongnya (arogannya) bukan main. Tapi sebaliknya bila berhadapan dengan atasannya seperti Gubernur, apalagi dengan Menteri, sikapnya menjadi “kucing dibawakan lidi” atau “bagai tikus melihat kucing”.
Begitu pula banyak pejabat kita bila berhadapan dengan “bule” kendatipun hanya seorang wartawan biasa, beliau-beliau pejabat yang gagah itu, sering nampak salah tingkah, karena merasa rendah diri. Berbahasa Inggris, atau karena merasa “bekas jajahan” dari “si bule” itu. Rasa rendah diri pada orang asing ini disebut dengan penyakit Xeno-phobia.
Rasa rendah diri pada bangsa Indonesia, bersumber dari akibat penjajahan Belanda dan Jepang. Ditambah lagi dengan sifat Paternalistik dan Feodalistik yang dikembangsuburkan selama Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Selama Orde Baru ini bangsa Indonesia telah dibina menjadi bangsa penakut dan penjilat.
Penyakit rendah Diri ini bila diteruskan dan tidak diobati akan sangat merugikan bangsa Indonesia umumnya, dunia wiraswasta khususnya terutama dalam menghadapi era globalisasi.
Sebagai manusia yang beragama, hidup didunia hanya sementara. Hidup yang kekal tetap hanya diakhirat. Harta dalam bentuk apapun tidak lebih hanya alat untuk hidup. Hanya alat dan bukan tujuan hidup. Hidup diakhirat sama sekali tidak membutuhkan harta atau materi. Karena itu tidak ada materi yang akan dibawa untuk bekal hidup diakhirat.
Oleh karena itu setiap wirausaha wajar untuk menghindari sifat-sifat sebagai berikut :
1. a moral (tak bermoral
2. Rakus
3. Culas
4. Curang
5. Malas
6. Putus asa
7. Marah
8. Sedih
9. Sesal
10. Dengki
11. Iri
12. Cemburu
13. Sombong
14. Pamer
15. Takabur
16. Fitnah
17. Rendah diri
1. A Moral (Tak Bermoral)
Efisiensi (hemat) adalah suatu asas yang harus diamalkan dalam setiap kegiatan bisnis. Tujuannya supaya komoditas yang dihasilkan mempunyai daya saing dalam harga dipasar. Jadi efisiensi adalah suatu keharusan dari setiap usaha.
Namun efisiensi itu tidak boleh dicapai dengan cara yang melanggar hak azasi manusia. Misalnya dengan cara menekan upah buruh dan pekerja. Memperpanjang jam kerja untuk tingkat upah yang sama. Memperpanjang masa lembur diluar batas maksimum jam kerja mingguan. Memperkerjakan anak-anak diabwah umur sebagai pekerja tetap. Membiarkan kondisi kerja yang tidak manusiawi. Memperkerjakan wanita diluar jam kerja yang layak (malam hari). Mempersulit hak cuti haid dan cuti hamil.
Tindakan-tindakan semacam itu dapat dianggap sebagai tindakan a moral yang harus dihindari.
Tujuan usaha untuk mencari untung dibenarkan, namun menghalalkan semua cara dalam mencapai tujuan itu adalah ‘a moral.
2. Rakus
Makan 3 kali sehari, kendatipun dengan lauk pauk yang berlimpah boleh-boleh saja. Namun makan 7 kali sehari sudah dianggap rakus.
Menabung untuk keperluan hidup masa depan anak-anak dan cucu adalah wajar dan dianjurkan, tapi menumpuk harta kekayaan untuk 7 turunan adalah sifat rakus yang keterlaluan. Apalagi menumpuk kekayaan itu dengan cara melahap semua jenis barang dari beras, ikan asin, terigu, gula, tapi juga semen, batu bata, besi beton, gedung bertingkat, bahkan hutanpun ditelan.
Rakus adalah saudara kandung dari loba, tamak, serakah yang sering dilakukan melalui cara kolusi dengan pejabat, korupsi, koncoisme, percukongan dan nepotisme.
3. Culas
Culas artinya malas sekali, tidak tangkas, lamban bagaikan keong. Sifat ini tidak sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh seorang wirausaha, yang harus mampu berdiri diatas kaki sendiri.
Culas juga berarti curang, tidak jujur, tidak lurus hati, licik. Pepatah mengatakan orang seperti ini bagaikan “telunjuk lurus kelingking berkait, menohok kawan seiring, menggunting dalam lipatan, lain dimulut lain dihati. Mulut manis namun hati bagaikan empedu”.
4. Curang
Curang adalah saudara kandung dari culas, penipu dan licik. Tujuan bagi mereka menghalalkan semua cara. Yang penting berhasil, sukses dan menang. Halal dan haram sama saja.
5. Malas
Malas adalah adiknya culas. Tidak merusak orang lain, tapi menghancurkan diri sendiri. Apa yang bisa diharapkan dari seorang pemalas. Sifat malas harus dijauhi oleh setiap wirausaha.
6. Putus asa
Putus asa artinya tidak punya harapan lagi. Dalam dunia bisnis kegagalan dan kesuksesan saling bergantian. Kini berhasil, besok lusa bisa gagal. Sepandai-pandai tupai melompat, saru waktu jatuh juga.
Zaman beredar musim berganti. Ibaratkan roda pedati nasib kitapun bisa begitu, sekali berada dibawah, sekali berada diatas. Bila musim kemarau tiba, kadangkalah usaha kita mengalami nasib serupa, kegagalan yang berkepanjangan.
Tiap kali dicoba gagal lagi. Besok dicoba ternyata gagal lagi. Kegagalan yang berkepanjangan akan menyebabkan orang putus asa, menyerah dan pasrah.
Seorang wirausaha pantang putus asa. Kendati sudah gagal 1000 kali, janganlah berputus asa. Jatuh bangun dalam berwirausaha hal yang sudah lumrah, sudah biasa. Yang penting setelah jatuh, upayakan bangun kembali. Jangan sampai jatuh yang tidak bangun-bangun lagi. Itu artinya mati. Tamat riwayatnya sebagai seorang wirausaha. Jangan sampai putus asa.
7. Marah
Melakukan bisnis berarti berhubungan dengan banyak orang. Tiap orang punya tingkah laku yang berbeda. Ada yang menyenangkan, namun banyak pula yang menjengkelkan. Ada yang bisa saling menghormati, namun banyak pula yang menghina dan merendahkan.
Menghadapi mereka yang menjengkelkan, menghina dan merendahkan wajar dan manusiawi bila kita menjadi marah. Marah adalah pernyataan perasaan hati yang tidak senang. Seorang wirausaha sebagai manusia wajr pula untuk marah. Namun yang lebih penting adalah bagaimana bisa mengendalikan “nafsu amarah” ini demi kepentingan tujuan usaha kita.
8. Sedih
Suatu usaha yang dibangun sedikit demi sedikit dalam waktu yang cukup lama, kini porak poranda dilanda api huruhara reformasi. Siapa yang tidak sedih dan merasa pilu dihati melihat kondisi yang semacamini.
Seorang wirausaha sejati tidak boleh larut dalam rasa sedih dan kesedihan. Dia harus kembali mengumpulkan puing-puing kehancuran itu. Menyusun kembali bata per bata untuk membangun fondasi yang lebih kuat bagi usahanya.
“Patah tumbuh hilang berganti”, kata pepatah. Yang lama biarlah hancur, yang baru dibangun lagi. Satu hilang, seribu datan. Wirausaha tidak boleh larut dalam kesedihan.
9. Sesal
Tidak ada manusia yang sempurna. Salah dan khilaf soal biasa. “Khilaf mata, hilang duit” kata orang-orang tua. “Salah hitung bisa buntung”, kata pedagang.
Untung-untung dalam bisnis biasa. Namun bila kerugian itu disebabkan karena kesalahan sendiri, biasanya menimbulkan rasa sesal yang luas biasa. Orang akan cenderung menyesali dirinya sendiri. Dia akan rintang mengutuk kebebalannya sendiri, tanpa henti.
Tidak ada manfaat menyesali diri sendiri. Yang sudah berlalu tidak akan kembali lagi.nasi sudah menjadi bubur. “Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak ada gunanya”
10. Dengki
Ada orang yang senang membanding-bandingkan hidup dan kehidupannya sendiri dengan tetangga atau orang lain. Kebiasaan membanding-bandingkan ini lazimnya akan menghasilkan dua hal yang negatif. Bila hidupnya sendiri lebih baik dan lebih unggul dari orang lain, maka dia akan merasa lebih dari orang. Rasa lebih dari orang lain ini akan melahirkan sifat sombong.
Sebaliknya bila dia merasa lebih rendah atau merasa bernasib lebih buruk dari orang lain, maka akan lahir sifat “iri”.
Bila rasa iri meningkat menjadi nafsu untuk mencelakakan orang lain, maka lahir sifat “dengki’.
Dalam persaingan dunia usaha, rasa dengki bisa meningkat menjadi tindak kriminal. Pernah kia kenal kasus, permen coklat merek terkenal karena dengki dari saingan “dikerjain” menjadi permen cokelat ‘beracun”, sehingga ditinggalkan pembeli.
Rokok merek terkenal,pernah di “kerjain” karena dengki menjadi rokok penyebar “wabah flu”, sehingga kehilangan pasar.
Sifat dengki yang bersumber dari sifat iri, seyogianya dijauhi dalam bisnis, karena akan mengarah pada tindak kriminal.
Persaingan yang sehat, bukanlah persaingan yang berlandaskan pada “Free fight competition”, tetapi persaingan yang berlandaskan pada philosofi “The Customer is a king”.
Persaingan yang sehat bukanlah persaingan dengan tujuan menghancurkan lawan seperti yang diajarkan Michael Porter, tetapi persaingan dengan meningkatkan “daya pesona” komoditas, dimata pelanggan. Pola persaingan yang belakangan ini diyakini akan dapat mememangkan persaingan diarena mancanegara dimas depan.
11. Iri
Iri artinya perasaan kurang senang melihat kelebihan orang lain. Perasaan ini timbul karena kurang percaya diri sendiri, pada martabat sendiri dan karena tidak percaya pada Takdir Tuhan. Manusia yang percaya pada diri sendiri dan percaya pada Takdir dan pada Keadilan Tuhan, tidak akan pernah merasa iri.
Perasaan iri adalah ibu kandung dari sifat dengki yang dapat mencelakakan diri sendiri dan orang lain.
12. Cemburu
Cemburu adalah saudara sepupu dari sifat iri, dengki dan sombong. Semuanya lahir dari hati yang tak bersyukur atas pemberian Tuhan.
Seseorang secara diam-diam dalam hati kecilnya menggugat Tuhan. Kenapa Tuhan memberikan orang lain, lebih banyak lebih baik daripada yang diberikan kepada-ku. Rasa cemburu sesuungguhnya berakar pada gugatan pada Keadilan Tuhan. Suatu rasa dan sifat yang tidak pantas ada pada manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dibumi ini.
Sifat cemburu akan menjurus pada sifat dengki yang akan bermuara pada tindakan kejahatan. Kejahatan bukanlah tujuan yang ingin dicapai oleh seorang wiraswasta.
13. Sombong
Seorang yang sukses dalam hidup misalnya berpangkat tinggi, atau kaya biasanya suka lupa diri. Mereka lebih hebat dari orang lain. Menilai diri sendiri jauh lebih wajar untuk dihormati. Sifat semacam ini disebut dengan sombong.
Sombong menjadi saudara kandung dari sifat takabur, pongah dan congkak. Sifat-sifat ini akan selalu menjadi cairan Tuhan untuk diberi hukuman yang setimpal, ganjaran yang menghancurkan anak manusia, tak perduli apakah dia Presiden ataukah hanya seorang waraswasta.
14. Pamer
Pamer artinya menunjukan (mendomantrasikan) sesuatu yang dimiliki kepada orang banyak dengan maksud memperlihatkan kelebihan atau keunggulan diri sendiri. Tujuannya adalah menyombongkan diri atau mengembangkan kekayaan dengan mengharapkjan pujian dan kekaguman.
Sifat pamer semacam ini pada dasarnya bersumber dan berakar pada rasa rendah diri (Inferiority Complex) yang mencari kompensasi dalam bentuk yang bertolak belakang dengan cara menonjolkan materi atau pangkat untuk memperoleh pengakuan atas keberadaannya dari orang lain.
Sifat pamer adalah sifat buruk yang menjijikan, yang akan menjadi obyek pergunjingan, dan akan dijauhkan orang dari lingkungan pergaulan. Kondisi semacam ini sangat merugikan kita selaku pengusaha.
Pamer yang dimaksud disini berbeda dengan istilah “pameran” dalam pengertian “promosi” yang pengertiannya justru untuk menonjolkan keunggulan suatu komoditas, dengan tujuan untuk menarik “minat” pelanggaran terhadap komoditas yang dipamerkan.
15. Takabur
Takabur artinya menilai diri sendiri lebih mulia, lebih hebat, lebih pandai, lebih tahu dari orang lain sehingga lupa bahwa yang serba lebih iotu hanya milik Tuhan.
Hanya Tuhan yang Maha Mulia, Maha Kaya, Maha Tahu dan sebagainya.
Orang yang takabur biasanya “disumpahi” banyak orang supaya mendapat hukuman dariTuhan.
Sifat takabur akan berakibat kita akan dijauhi orang, sehingga akan merugikan diri sendiridan usaha kita sendiri.
16. Fitnah
Fitnah lebih kejam dari pembunuhan, kata pribahasa setelah peristiwa G30S/PKI.
Fitnah artinya perkataan orang bohong atau tanpa dasar kebenaran yang disebarkan dengan maksud untuk menjelekan orang atau buruk menjatiuhkan nama baik suatu komoditas dipasar. Tujuannya untuk menyingkirkan saingan. Persaingan secara demikian tidak sehat, licik, dan tidak jantan. Karena itu sifat memfitnah harus jauh oleh setiap wiraswata.
17. Rendah diri
Rendah diri artinya merasa lebih rendah dari orang lain. Dulu kalau seorang pejabat seperti Bupati bicara dengan bawahan apalagi dengan rakyat sombongnya (arogannya) bukan main. Tapi sebaliknya bila berhadapan dengan atasannya seperti Gubernur, apalagi dengan Menteri, sikapnya menjadi “kucing dibawakan lidi” atau “bagai tikus melihat kucing”.
Begitu pula banyak pejabat kita bila berhadapan dengan “bule” kendatipun hanya seorang wartawan biasa, beliau-beliau pejabat yang gagah itu, sering nampak salah tingkah, karena merasa rendah diri. Berbahasa Inggris, atau karena merasa “bekas jajahan” dari “si bule” itu. Rasa rendah diri pada orang asing ini disebut dengan penyakit Xeno-phobia.
Rasa rendah diri pada bangsa Indonesia, bersumber dari akibat penjajahan Belanda dan Jepang. Ditambah lagi dengan sifat Paternalistik dan Feodalistik yang dikembangsuburkan selama Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Selama Orde Baru ini bangsa Indonesia telah dibina menjadi bangsa penakut dan penjilat.
Penyakit rendah Diri ini bila diteruskan dan tidak diobati akan sangat merugikan bangsa Indonesia umumnya, dunia wiraswasta khususnya terutama dalam menghadapi era globalisasi.
Komentar
Posting Komentar