TENANG MENGHADAPI HIDUP INI!
Evang Stone Manopo
Sejarah senantiasa berulang. Salomo pernah mengatakan bahwa di bawah matahari tidak ada sesuatu yang baru. Apa yang terjadi hari ini, sudah pernah terjadi sebelumnya. Yang menjadi perhatian kita adalah bagaimana menghadapi segala macam situasi dan kondisi zaman di mana kita dihadirkan Tuhan di dalamnya.
Setiap orang punya dasar pijak, kiat, dan strategi mengahadpi dan menjalani kehidupan ini. Sebagai umat kristiani, kita punya dasar pijak Alkitab. Di dalamnya ada petunjuk jelas bagaimana menghadapi segala kondisi kehidupan. Konteks Indonesia saat ini, kita sedang dilanda berbagai bencana seperti Banjir di Wasior, Papua, Tsunami di Mentawai dan meluapnya debu dan awan panas Yogyakarta. Apapun suasana hati dan keadaan disekitar kita, Alkitab telah memberikan prinsip-prinsip dan contoh teladan bagi kita.Hidup manusia sering diumpamakan suatu perjalanan di lautan bebas. Berlayar! Itulah kehidupan. Saat posisi perahu ada di lautan teduh, simphoni kehidupan mengalun indah. Bak denting piano menggema di ruang megah raya.
Mentari beranjak ke peraduannya di ufuk barat melengkapi nikmatnya suatu jadual kehidupan. Pukul dua dini hari kala kita sedang bercumbu dengan bunga-bunga kehidupan di alam mimpi, tiba-tiba episode beralih pada mimpi buruk. Di luar sana gelombang maha dahsyat sedang memporakporanda ketenangan lautan. Kita pun terusik. Dan, kedahsyatan malam mulai menyeruak ke dalam perahu kita. Panik. Gerah. Gelisah.Aduh! Apa salah dan dosa saya? Mengapa begini? Mengapa begitu? Kita selalu mengadu kepada Sang Adi Kodrati. Kepada Yang Ilahi. Sebagai insan kristiani, kita tak mesti meminta gelombang itu dihilangkan sama sekali. Raib dari percaturan kehidupan. Justru, di sinilah, kenikmatan rahmatNya.
Konon, ada sebuah festival lukisan. Titik penilaian adalah pada lukisan mana yang paling tenang. Dari sekian banyak lukisan yang ikut yang ikut babak penyisihan akhirnya hanya ada tiga lukisan yang masuk final. Finalis pertama adalah lukisan dengan nomor undian 16. Menampilkan obyek lukisan bahari. Laut begitu tenang. Awan berarakan dengan tertib. Tak ada riak ombak secuil pun dalam lukisan itu. Dan, seorang bocah ingusan sedang tidur di dahan pohon di tepi pantai. Tampak pulas.Finalis kedua dengan nomor undian 103. Menampilkan karya lukisan flora dan fauna. Pohon beringin yang begitu rindang. Beberapa ekor burung bertengger di dahan. Di kaki pohon seekor kambing sedang menggesek tubuhnya yang gatal. Beberapa ekor ayam mengais ulat tak jauh dari pohon itu. Begitu tenang. Menyenangkan.Namun, ternyata kedua lukisan di atas tidak memenangkan festival ini. Yang keluar sebagai pemenang adalah sebuah lukisan mengerikan. Obyek bahari. Digambarkan, angin badai yang dahsyat menyapu lautan sampai ke tepian pantai. Kabut kelam bergelantungan di kaki langit. Gelombang setinggi 10 meter menghempaskan apa saja yang dilaluinya. Kengerian begitu nyata dalam lukisan ini. Tetapi, ada satu sub-obyek penentu kemenangan. Terlukislah sebuah batu karang. Ada batu karang ini ada celah yang di dalamnya bertengger seekor burung yang sedang berlindung dari amukan badai nan dahsyat itu. Batu karang perlindungan. Dalam suasana yang seperti ini, nilai ketenangan menjadi begitu dominan. Batu karang itu memberikan perlindungan dan ketenangan pada burung tersebut.
Demikianlah. Kita umat kristiani ada perlindungan Batu Karang Yang Teguh. Siapa lagi kalau bukan Yesus. Pemazmur mengungkap rahasia ketenangan hidup. Dekat dengan Allah. Itulah kuncinya, Mazm. 62:2. Matius juga memberikan pernyataan yang serupa, Matius 11:28-30.“Orang yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa akan berkata kepada Tuhan: ‘Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku yang kupercaya. ‘Engkau tak usah takut terhadap kedahsyatan malam.” Mazmur 91:11,2 dan 5a.
Copy dari Majalah Pelita Kasih Edisi 02, November/Desember 2010
Sejarah senantiasa berulang. Salomo pernah mengatakan bahwa di bawah matahari tidak ada sesuatu yang baru. Apa yang terjadi hari ini, sudah pernah terjadi sebelumnya. Yang menjadi perhatian kita adalah bagaimana menghadapi segala macam situasi dan kondisi zaman di mana kita dihadirkan Tuhan di dalamnya.
Setiap orang punya dasar pijak, kiat, dan strategi mengahadpi dan menjalani kehidupan ini. Sebagai umat kristiani, kita punya dasar pijak Alkitab. Di dalamnya ada petunjuk jelas bagaimana menghadapi segala kondisi kehidupan. Konteks Indonesia saat ini, kita sedang dilanda berbagai bencana seperti Banjir di Wasior, Papua, Tsunami di Mentawai dan meluapnya debu dan awan panas Yogyakarta. Apapun suasana hati dan keadaan disekitar kita, Alkitab telah memberikan prinsip-prinsip dan contoh teladan bagi kita.Hidup manusia sering diumpamakan suatu perjalanan di lautan bebas. Berlayar! Itulah kehidupan. Saat posisi perahu ada di lautan teduh, simphoni kehidupan mengalun indah. Bak denting piano menggema di ruang megah raya.
Mentari beranjak ke peraduannya di ufuk barat melengkapi nikmatnya suatu jadual kehidupan. Pukul dua dini hari kala kita sedang bercumbu dengan bunga-bunga kehidupan di alam mimpi, tiba-tiba episode beralih pada mimpi buruk. Di luar sana gelombang maha dahsyat sedang memporakporanda ketenangan lautan. Kita pun terusik. Dan, kedahsyatan malam mulai menyeruak ke dalam perahu kita. Panik. Gerah. Gelisah.Aduh! Apa salah dan dosa saya? Mengapa begini? Mengapa begitu? Kita selalu mengadu kepada Sang Adi Kodrati. Kepada Yang Ilahi. Sebagai insan kristiani, kita tak mesti meminta gelombang itu dihilangkan sama sekali. Raib dari percaturan kehidupan. Justru, di sinilah, kenikmatan rahmatNya.
Konon, ada sebuah festival lukisan. Titik penilaian adalah pada lukisan mana yang paling tenang. Dari sekian banyak lukisan yang ikut yang ikut babak penyisihan akhirnya hanya ada tiga lukisan yang masuk final. Finalis pertama adalah lukisan dengan nomor undian 16. Menampilkan obyek lukisan bahari. Laut begitu tenang. Awan berarakan dengan tertib. Tak ada riak ombak secuil pun dalam lukisan itu. Dan, seorang bocah ingusan sedang tidur di dahan pohon di tepi pantai. Tampak pulas.Finalis kedua dengan nomor undian 103. Menampilkan karya lukisan flora dan fauna. Pohon beringin yang begitu rindang. Beberapa ekor burung bertengger di dahan. Di kaki pohon seekor kambing sedang menggesek tubuhnya yang gatal. Beberapa ekor ayam mengais ulat tak jauh dari pohon itu. Begitu tenang. Menyenangkan.Namun, ternyata kedua lukisan di atas tidak memenangkan festival ini. Yang keluar sebagai pemenang adalah sebuah lukisan mengerikan. Obyek bahari. Digambarkan, angin badai yang dahsyat menyapu lautan sampai ke tepian pantai. Kabut kelam bergelantungan di kaki langit. Gelombang setinggi 10 meter menghempaskan apa saja yang dilaluinya. Kengerian begitu nyata dalam lukisan ini. Tetapi, ada satu sub-obyek penentu kemenangan. Terlukislah sebuah batu karang. Ada batu karang ini ada celah yang di dalamnya bertengger seekor burung yang sedang berlindung dari amukan badai nan dahsyat itu. Batu karang perlindungan. Dalam suasana yang seperti ini, nilai ketenangan menjadi begitu dominan. Batu karang itu memberikan perlindungan dan ketenangan pada burung tersebut.
Demikianlah. Kita umat kristiani ada perlindungan Batu Karang Yang Teguh. Siapa lagi kalau bukan Yesus. Pemazmur mengungkap rahasia ketenangan hidup. Dekat dengan Allah. Itulah kuncinya, Mazm. 62:2. Matius juga memberikan pernyataan yang serupa, Matius 11:28-30.“Orang yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa akan berkata kepada Tuhan: ‘Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku yang kupercaya. ‘Engkau tak usah takut terhadap kedahsyatan malam.” Mazmur 91:11,2 dan 5a.
Copy dari Majalah Pelita Kasih Edisi 02, November/Desember 2010
Komentar
Posting Komentar